Selasa, 31 Agustus 2010

Bodoh! (cerpen)

Gadis berjas putih dengan rok abu-abu itu nampak sibuk dengan benda-benda didepannya. Benda yang hubungannya sangat erat dengan kata ‘Eksperimen’. Ya, gadis itu saat ini tengah meneliti sesuatu. Bolak-balik ia mengalihkan pandangannya dari mikroskop, ke bukunya lalu ke kaca pembesar dan menuliskan sesuatu pada bukunya.
“Sampai kapan aku harus menunggumu selesai melakukan itu?” Sebuah suara halus menggema didalam laboratotium yang hening itu. Gadis itu menoleh sekilas ke arah sumber suara. Dilihatnya laki-laki berseragam SMA dengan tatanan yang tidak rapi itu. Laki-laki itu nampak bosan. Wajahnya terlipat.
“Aku tidak pernah menyuruhmu untuk menungguku” Kata gadis itu, fokus kembali pada benda yang diamatinya.
“Tapi aku mau nungguin kamu”
“Ya, sudah.. tanggung sendiri ucapan mu..” Gadis itu masih sibuk mengamati suatu benda dengan lup nya.
“Oh, ayolah.. Sivia! Bisa nggak sih, sekali-sekali nggak meneliti?” Tiba-tiba saja laki-laki itu sudah merebut lup yang semula berada ditangan gadis bernama Sivia itu.
“Oh, ayolah.. Rio! Bisa nggak sih, kamu nggak ganggu aku meneliti?” Sivia berusa merebut lup itu dari Rio. Namun dengan gesit Rio menyembunyikan nya dibalik punggungnya.
“Ayolah, kamu nggak capek? Pulang sekolah bukannya istirahat, malah memaksa otak untuk berpikir lagi! Otak juga perlu istirahat Via..”
“Aku tidak pernah memaksa otak ku! Otak ku dengan senang hati mau melakukannya kok.” Sivia masih berusaha merebut lup itu dari tangan Rio.
“Eh? Aneh sekali otak mu? Tak adakah niat untuk beristirahat?”
“Sudahlah Rio! Kembalikan lup nya!”
“Sudahlah Via! Lebih baik sekarang kita pulang dan membeli minuman segar!” Rio mengucapkannya dengan semangat.
“Nggak! Aku masih mau meneliti, tanggung Yo! Jadi kembaliin Lup nya!” Sivia mulai kesal.
“Nggak! Pokoknya sekarang kita pulang! Ini sudah sore! Sekolah akan ditutup! Kamu mau kekunci disini seharian?”
Sivia nampak kaget mendengar kata ‘Sore’ tadi. Cepat-cepat ia melihat jam tangannya. Jam yang saat ini menunjukkan pukul 17.07.
“Baiklah, aku akan pulang! Tapi kembalikan lup nya! Itu punya sekolah Yo..”
“Dengan senang hati..” Rio mengembalikan lup itu dengan wajah cerah.
Sivia membereskan peralatan menelitinya dengan hati-hati, sedangkan Rio saat ini sedang melihat isi buku yang penuh dengan tulisan Sivia itu.
“Err.. ini tulisan apa sih? Nggak ngerti..” Rio membolak-balik halaman buku itu dengan dahi berkerut.
‘TAP’ buku tertutup dan buku itu sudah berada ditangan Sivia sekarang.
“Kamu nggak perlu repot-repot untuk mengerti apa yang aku tulis”. Sivia sudah siap dengan tas menggantung dipundak nya.
“Yok! Pulang!” Seru Rio sembari merangkul pundak Sivia, yang dengan cepat dipukul sama Sivia.
“Don’t touch me!”
“Judes amat sih.. Iya.. Iya.. Yok pulang!”

Rio dan Sivia sedang berjalan menelusuri jalan menuju rumah mereka. Ya, memang rumah mereka bersebelahan. Mereka bertetangga.
“Karate lagi?” Ucap Sivia datar tanpa mengalihkan pandangannya dari depan jalan.
“Hah? Oh, em... ini? Hehe.. iya..” Jawab Rio bingung sambil menunjuk ujung bibirnya yang memar.
“Kenapa sih? Kamu ikutan karate segala?” Kali ini Sivia menoleh ke arah Rio.
“Ya buat nelindungin diri lah Via.. untuk ngelindungin orang lain juga. Tapi utamanya untuk ngelindungin kamu..”
“Bukannya kamu punya asma ya”
“Lho? Kok tau?” Sivia hanya diam tidak menjawab pertanyaan Rio barusan. Ia lebih memilih menatap lurus jalan yang ia lalui.
“Aah, itu dulu! Waktu aku masih SD! Sekarang mah.. udah nggak pernah..”
“Ya, gimana kalo’ kamu tiba-tiba kumat, dan itu terjadi waktu kamu lagi tanding! Nggak lucu Yo!”
“Ya, ampun Sivia! Jangan nakutin dong! Hahaha..” Rio menanggapi dengan lebai dan diakhiri tawanya.
“Perasaan aku ngomongnya serius deh..”
“Bukannya setiap hari kamu selalu serius?”
“Heuh! Gila aku lama-lama temenan sama kamu!”
“Aku juga bingung bisa temenan sama kamu!”
“Trus, ngapain kamu temenan sama aku?”
“Soalnya aku suka temenan sama kamu!” Sivia dan Rio menghentikan langkahnya, karena mereka telah sampai didepan rumah Sivia.
“Thanks deh sudah jadi temenku!” Ucap Sivia datar.
“Same-same.. Istirahat ya Via! Daa!” pamit Rio melambaikan tangannya, dan segera berlari ke sebelah rumah Sivia. Rumahnya sendiri.


“HYAAA!!! HUH TAP BRAAAKKKK!!!”
“Cukup!! Gabriel, Mario bagus sekali! Latihan untuk hari ini cukup!!” Teriak seorang laki-laki yang sudah cukup berumur itu, walau belum bisa disebut tua.
“Terima kasih pak..” Jawab yang lainnya. Dan lelaki itupun pergi meninggalkan matras.
“Weits! Yo! Hebat kau, bisa ngebanting si Iel tadi!” Puji seorang laki-laki berkulit putih berwajah oriental itu.
“Haha.. biasa aja Vin!”
“Biasa gimana? Dulu kan si-Iel itu murid kesayangannya Duta sensei. Dan semenjak kamu masuk ekskul Karate ini! Cuma kamu yang bisa nyaingin si-Iel”
“Hoho.. gitu yah..” Tanggap Rio terlihat biasa saja karena ia tau saat ini Gabriel sedang menatapnya sinis.
“Yo! Yo! Cewek mu tuh!” Tunjuk Alvin ke arah cewek didepan pintu masuk Aula tersebut.
“She is not my girlfriend Alvin!” Rio menjitak kepala Alvin pelan. Alvin Cuma nyengir.
Rio menghampiri Sivia dengan senyum lebar, sangat kontras dengan wajah Gabriel yang wajahnya semakin sinis melihat Rio dan Sivia. Disaat Rio tersenyum lebar, Sivia memandangnya dingin.
“Karate lagi?” Komentar Sivia heran.
“Iya! Emang kenapa sih? Karate kan cowok banget, Via!” Sivia memutar matanya, tidak percaya dengan jawaban Rio.
“Iya! Cowok banget, tapi kalo’ nggak baik buat kesehatan kamu! Buat apa coba?”
“Sudahlah, ngomong-ngomong.. apakah kamu akan membiarkan minuman itu hanya berada ditangan mu?” Rio melirik botol air putih ditangan Sivia.
“Ya,ya,ya.. Nih! Kamu pasti capek..” kata Sivia tersenyum tipis.
“Waaa!! Sivia perhatian!!” Seru Rio heboh.
“Lebeee.. =.= ” Cibir Sivia.
“Ahaha.. tumben nggak meneliti?” tanya Rio sembari meneguk air dari Sivia tadi.
“Seseorang berkata bahwa otak juga perlu istirahat” kata Sivia datar.
“Hmph.. uhuk uhukk..” Rio tersedak.
“Slowly..” Peringatan Sivia.
“Hehe.. mau pulang sekarang?” Sivia mengangguk. “Bentar yah.. Aku ganti baju dulu”.
Sivia berjalan menuju sebuah tempat duduk.
“Hai Via! Jemput Rio ya?” Sapa Alvin
“Terpaksa”
“Hoo.. kalo’ sama Rio dipaksa kaya’ apapun kamu mau yah?” Ucapan Alvin tadi terdengar menggoda.
“Maksudmu?”
“Haa.. enggak, nggak apa-apa, aku duluan ya, Via!” Sivia Cuma tersenyum simpul.
“Hai Via!” Sapa Gabriel
“Hai”
“Sendirian?”
“...........”
“Kok nggak dijawab?”
“Kayak nya aku nggak perlu jawab pertanyaan yang jawabannya sudah kelihatan jelas” Jawab Sivia datar. Membuat Gabriel mati kutu.
“Sorry, Via.. lama ya? Nggak dong! Aku gantinya cepet kan? Hehe..” “Eh, Iel! Hai! Maaf ya. Buat bantingannya tadi..” cerocos Rio.
“No problem, itu tadi pasti Cuma kebetulan. Aku duluan ya.. bye Yo!, Vi!” pamit nya lalu pergi.
“Kebetulan?” Rio bingung dengan perkataan Gabrieol tadi.
“Aku rasa dia nggak suka sama kamu” kata Sivia.
“Dan aku rasa dia suka sama kamu!” Jawab Rio.
“Bodoh”
“Iyadeh.. kamu pinter.. Yok,Pulang!”



Sivia sedang sibuk dengan benda yang ia amati. Namun pikirannya tidak sepenuhnya fokus pada benda itu. Pikirannya sedang pergi melayang kepada cowok yang biasanya saat ini sedang menunggunya selesai meneliti dengan wajah bosan. Tiba-tiba saja ia merindukan wajah bosan itu.
Ya, memang saat meneliti Sivia selalu mencuri-curi pandang untuk sekedar melirik wajah bosan itu. Tapi sampai saat ini, dia belum datang. Padahal waktu telah menunjukkan pukul 16.32. biasanya lelaki itu sudah datang paling lambat pukul 15.00. setelah ekskul karate nya tentu.
Berusaha Sivia untuk tidak memikirkan Rio. Tapi semakin lama, ia justru semakin tidak fokus pada apa yang ia teliti. Denga cepat Sivia membereskan peralatannya, dan menulis pada papan yang berisi daftar pemakai laboratorium itu. Sivia Azizah-XI-2 IPA.
Sivia berjalan dengan cepat menelusuri koridor yang mulai sepi. Pikirannya tak menentu, sampai tidak sadar ia ‘BRUK’ ya, dia menabrak seseorang.
“Via?”
“Rio?”
“Sorry, sakit ya?” Rio mengulurkan tangannya untuk membantu Sivia berdiri. Sivia melirik sekilas ke arah ruangan yang barusan dimasuki Rio. UKS. Ia juga melihat wajah Rio yang pucat disertai pernafasannya yang tersengal-sengal.
“Asma kamu kambuh?” Kali ini Sivia tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.
“Hah? Enggak.. tadi ada anak karate yang cedera, trus kubawa ke UKS.”
“Bodoh”
“Iyadeh.. kamu pinter! Mau pulang kan? Yok!”
“Rio, kamu ini dibilangin nggak usah ikut karate kok nggak peduli sih?” entah kenapa saat ini Sivia ingin sekali memarahi Rio.
“Aa.. kan nggak apa Vi, biar aku punya bekal membela diri! Buat ngelindungin kamu juga kalo’ ada apa-apa.. iya kan?”
“Bodoh! Kamu itu punya Asma!”
“Iyadeh.. kamu pinter, Asma aku udah sembuh tau’!” Sivia memandang heran Rio yang sekarang sedang nyengir nggak punya dosa.
“Terusin aja kamu bohong” Batin Sivia, kembali menatap jalan.
“Sivia marah ya?? Jangan marah dong..”
“..........”
“Aa.. Sivia ngambekk.. lucu deh!”
“Nggak ada yang lucu”
“Tapi bagiku lucu kok!”
“Gila..”
“Iyadeh.. kamu sehat”
“Bodoh”
“Iyadeh kamu pinter”
“Rio!”
“Sivia!”
“Gila kau!” Sivia menahan senyum dan mempercepat jalannya. Rio menyusul Sivia dengan berlari kecil. “ Via! Tunggu!!”.


Gabriel memukul-mukul sebuah samsak dengan keras. Dengan hati kesal.
“Kenapa harus si-Rio bodoh itu!! BUG!” Batin Gabriel kesal. Hatinya panas.
“Kamu ngapain Yel?” Bentar lagi sekolah ditutup lho! Nggak puas kau tadi udah bikin asmanya Rio kambuh?” Teriak Alvin dari sisi aula. Gabriel Cuma melirik sekilas.
“Itu bukan salah aku! Itu karena kebodohan dia sendiri! Kebodohan temen mu!”
“Ah, bilang aja kamu sirik, Cih” Cibir Alvin yang lalu pergi meninggalkan Aula.
“Iya! Aku iri sama Rio! Yang deket ama Via! Aku benci sama dia yang bisa nyaingin aku! Dan aku bener-bener benci sama Rio!! BUG!”

Sabtu pagi yang cerah, dimana sebagian besar sekolah libur. Termasuk sekolah Rio. Biasanya Sivia selalu mengajak Rio ke toko buku. Tapi ada apa dengan hari ini? Siviatidak mengabarinya apa-apa.
Rio berjalan menuju beranda. Dan mendapati Sivia baru saja keluar rumah dengan rambut terikat rapi, pakaian casual yang sopan serta tas miring menggantung di pundaknya. Cantik.
“Via! Mau kemana?” Teriakan Rio mengagetkan Sivia. Sivia menoleh sekilas.
“Ke toko buku” Jawab nya datar.
“Lho? Kok nggak ngajak aku?”
“Kamu harus istirahat”
“Hah? Aku nggak capek kok, nggak perlu istirahat, tunggu ya!! Aku ganti dulu” Rio segera mengganti pakaiannya. “Via.. Via.. kamu itu terlalu khawatir.. aku tidak selemah itu!” Cibir Rio yang lalu pergi keluar Rumah menghampiri Sivia yang berdiri dengan tangan terlipat disertai wajah dinginnya.
“Ayo!” Ajak Rio, Sivia hanya mengikuti langkah Rio dengan pikiran tak menentu.
@Toko Buku
“Ah.. kamu ini beli buku apaan sih, Via! Ini tuh bahasanya Kebanyakan bahasa latin! Gambarnya juga nggak jelas gini” Omel Rio pada Sivia yang sedang menelusuri rak buku di toko buku itu.
“Kamu nggak perlu repot-repot buat mengerti”
“Selalu.. se-la-lu! Slalu jawabannya itu..”
“Kamu juga selalu mengatakan hal yang sama tentang buku yang aku beli” Sivia mengambil buku yang ia yakini akan ia beli.
“Ini apaa.. lagii..” Rio merebut buku itu dari tangan Sivia. “Paru-paru?”
“Iya, udah sini!” Sivia merebut kembali buku itu dari Rio. Rio Cuma diam.
“Sini, aku bantuin bawa..” kata Rio yang kasihan lihat Sivia bawa banyak buku yang berhalaman tebal.
“ Makasih, mbak...” kata Rio kepada seorang pelayan yang baru saja mengantarkan 2 minuman hangat dan piring yang berisi potongan-potongan sandwich mini.
Sivia menyesap teh hangatnya, sedangkan Rio mulai memotong sandwich nya.
“Via.. kamu tadi kenapa beli buku tentang paru-paru?”
“Karena aku pengen beli” ucapnya tanpa menoleh ke arah Rio melainkan pada sandwichnya.
“Err.. maksudnya kenapa pengen beli buku itu?”
“Karena aku pengen nyembuhin asma kamu..” Batin Sivia. “Karena aku pengen mempelajarinya, kenapa? Nggak boleh?” Jawabnya dingin.
“Oh, nggak apa-apa..”
“............” Sivia melahap sandwich nya lagi.
“Ngomong-ngomong Vi.. kok kamu mau sih temenan sama aku? Maksudku kenapa kamu nggak cari temen cewek gitu”
“Pertanyaan bodoh”
“Karena yang nanya orang bodoh kan?”
“Bodoh”
“Iyadeh.. kamu pinter..”
“Hhh..”
“Jadi jawabannya..”
“Karena kamu deketin aku terus! Jadi mau nggak mau, dengan terpaksa aku harus jadi temen mu”
“Haha.. jawaban yang aneh!”
“Karena ditujukan untuk orang aneh kaya’ kamu”
“Hahaha.. eh belepotan tuh..” Reflek Rio mengelap ujung bibir Sivia yang terkena saus.
Yang otomatis membuatjantung Sivia berdetak 3x lipat jauh lebih cepat. Dan juga membuat Rio terlihat kikuk begitu menyadari perbuatannya.
“Eh, um.. maaf.. eh?” Rio terlihat sangat kikuk saat ini.
“Emmm.........” Pipi Sivia mulai merona, ia merasa malu.
“Cantik..” Gumam Rio lirih tapi dapat sangat jelas didengar oleh Sivia.
“Apa?”
“Em.. a, anu.. tadi ada mbak-mbak cantik banget kaya’ Mita The Virgin!”
“Mita? Mita cantik yah?”
“Ha! Maksudku Dara! Dara The Virgin! Iya!!”
“Hihi..” Sivia tertawa pelan. “Bodoh” Batin Sivia.
“Hmmm” Rio tersenyum kaku. “Bodoh banget sih kau Rio!!” Batin Rio.


Minggu yang cerah. Jika biasanya anak remaja lain pergi bersama kawan-kawannya ke suatu mall. Tidak untuk Sivia. Ia lebih memilih untuk berdiam diri dirumah dengan membaca buku tentang ‘Paru-Paru’ yang kemarin ia beli. Sampai akhirnya terdengar pekikan halus dari HP Sivia. Ada yang meneleponnya. Rio.
“Halo..”
“Halo! Via! Via! Jalan–Jalan yuk!”
“Hah? Enggak! Aku nggak mau”
“Eh? Kenapa?”
“Aku ada kerjaan”
“Bukannya setiap hari kamu ada kerjaan?”
“Ya tapi kali ini penting”
“ Bukannya setiap hari yang kamu lakuin itu penting ya?”
“Dan kali ini sangat-sangat penting”
“Ayolah, Via.. ya ya?”
“Hhhh.. baiklah.. mau kemana?”
“Taman Hiburan Idola!”
“What? BIG NO! Please deh Yo.. kita udah kelas 11..”
“Lho.. emang nya ada UU yang menyatakan kalo’ murid kelas 11 nggak boleh ke Taman Hiburan?”
“............” Sivia menggigit bibir nggak tau mau jawab apa.
“Ahaha.. sudahlah.. kutunggu didepan ya..”
Dan telepon terputus. Sivia nggak pernah ngerti, kenapa ia kalo’ dipaksa seperti apapun, kalo’ Rio yang maksa. Toh pada akhirnya dia nurut juga. Ternyata bener kata Alvin waku itu. Dengan terpaksa Sivia menutup bukunya dan mengganti pakaiannya.
@THI (Taman Hiburan Idola)
“Hwaa.. aku belum pernah kesini!” Seru Rio.
“Hhh..” Sivia berjalan dengan bosan.
“Kamu pernah kesini nggak Via?”
“...........” Sivia Cuma menaikkan alis tanda ia menjawab ‘PERNAH’.
Jangan heran mendengar Rio belum pernah ke THI. Karena Rio memang murid pindahan dari Manado. Jadi wajar saja. Ia pindah ke jakarta ini sejak SMA. Walau begitu orang tua mereka berdua adalah teman lama.
“Kapan terakhir kali kesini?”
“SD kelas 2”
“Heh? Lama amat? Kamu nggak suka ke taman hiburan ya?”
“Aku nggak suka keramaian” Rio manggut-manggut.
“Tapi hari ini kamu harus bersenang-senang Via!! Oke kita mau naik apa dulu?”
“...................” Sivia Cuma menaikkan bahu.
“Aha! Roller Coaster yok!”
“What? BIG NO! Rio! Kamu inget nggak? Kamu punya asma!”
“Itu dulu Via! Ayo! Ayo!” Rio merengek.
“Nggak Rio! Yang lain!”
“Ah nggak seru..”
“Rio! Nggak usah kaya’ anak kecil deh!”
“..................”
“..................”
“..................”
“Bodoh!”
“..................”
“Hhhh.. iya.. iya..! tapi kalo’ asma mu kambuh! Aku nggak peduli!”
“Yee!! Let’s go!!”
“Dasar Bodoh!”
“I know you are so smart Sivia!!”
“Bodoh! Dasar Bodoh!” Cibir Sivia dalam hati. Tiba-tiba Sivia mengingat kembali kejadian dimana ia mengetahui bahwa Rio memiliki asma.
Flash back mode:on
Sivia sedang mengintip ke arah laboratorium, ia ingin sekali menggunakan peralatan-peralatan yang ada disana. Namun murid kelas X belum diizinkan untuk menggunakannya. Maka saat ini Sivia hanya bisa memandangnya dari jendela.
Sivia berjalan lemah menelusuri koridor sekolah yang sudah sepi itu. Sayup-sayup ia mendengar suara orang berbicara. Karena penasaran ia mengintip ke arah lapangan itu. Dilihatnya 2 anak laki-laki yang satu berkulit putih nampak bingung dan cemas melihat kawannya yang berkulit coklat itu kesulitan bernafas.
“Aduh Yo! Sorry Yo! Aku lupa kalo’ kamu punya asma, harusnya aku nggak paksa kamu buat main basket sekeras tadi”
“Hhhh....... Hhhhhehh... hhhh..”
Flash back mode : off
“Sivia! Kok bengong! Ayo, duduk!” panggil Rio. Sivia tersadar. Ia menghela nafas sejenak lalu berjalan untuk menduduki bangku Roller Coaster disamping Rio.
“Huaa!! Seru ya Via! Seru!” Sorak Rio ketika sudah turun dari Roller Coaster. Sivia memandangnya heran.
“Nggak ada tanda-tanda asma? Syukurlah” Batin Sivia.
“Oke! Kita naik apalagi?”
“Terserah lo deh!” jawab Sivia asal.
“Asiikk!!! Terserah aku yah? Ayo kita naik Bianglala!”
“Gawat! Aku salah ngomong!” rutuk Sivia dalam hati.
Setelah mereka puas bermain-main. Dan sudah nampak lelah, mereka memutuskan untuk beristirahat di salah satu Cafe di arena THI.
“Haha.. thanks ya, Via! Udah mau nemenin aku!” Sivia Cuma tersenyum simpul.
“Em.. Via.. aku mau ngomong sesuatu sama kamu..”
“Ngomong apa?”
“Ehmm... sebenernya...” Sivia mengerutkan kening.
“Ja-jadi.. sebenernya.. aku... ss..”
“Via? Rio?” Sapaan seseorang memotong perkataan Rio tadi. Dia Gabriel.
“Iel?“ Balas Rio kaget. “ Ah, ganggu aja nih si-cungkring!” Batin Rio.
“Hah! Kamu mau nembak Sivia? Lawan aku dulu!” Batin Gabriel.
“Kita latihan yok Rio! Bentar lagi kan pertandingan! Kita latihan di GOR THI yang udah gak dipake’ itu” Ajak Gabriel.
“Hah? Sekarang? Kaya’ nggak ada waktu aja..!” “nggak! Aku nggak bisa!”
“Ayolah Rio!. Kita lomba hari Rabu, Selasa kita udah nggak boleh latihan lagi! Masa’ kita Cuma ngandalin hari senin besok?”
Sivia nampak bingung mendengar percakapan Rio dan Gabriel.
“Yaudah! Via! Ikut nonton kita latihan ya!”
“Hah?”
“Iya! Seru kok! Kamu lihat aja” Rio meyakinkan. Sivia Cuma bisa menghela nafas tak bisa menolak. Gabriel memandang sinis ke arah Rio.
@ GOR THI
Sivia duduk dikursi penonton dengan perasaan cemas, takut dan kesal. Namun ia masih mempertahankan wajah dinginnya. “Kenapa sih! Si-Bodoh itu, pake’ acara latihan gini! Nggak sayang banget sama jantungnya!” Rutuk Sivia dalam hati.
“Rio! Denger, tanding kali ini bukan sekedar latihan, tapi buat ngedapetin Sivia! Kalo’ kamu menang! Silahkan kamu nembak dia dan dapetin dia! Tapi kalo’ aku yang menang kamu harus ngejauhin Sivia!” Peringatan Iel.
“Oh, jadi buat ini? Buat ngedapetin Sivia aja harus repot-repot ngelawan kamu! Males banget!”
“Pengecut”
“Jaga omongan mu!”
“Yaudah! Lawan aku sekarang!”
“Oke!”
Mereka berdua sudah siap dengan kuda-kuda masing-masing. Gabriel mulai menyerang Rio yang dengan cepat ditangkis oleh Rio. Kini Rio berbalik memukul Gabriel yang lalu dengan gesit Gabriel tangkis. Rio mencoba mengecoh Gabriel dengan gerakan ‘Egos’ kini Rio berada di belakang Gabriel dan bersiap mematahkan lengan Gabriel dengan satu pukulan.
‘BUG’
“Sial!!” Rutuk Gabriel memegangi lengannya.
Sempat terpikir oleh Sivia. Bahwa ekspresi Rio saat tanding sangat berbeda dengan ekspresi Childish nya tadi saat meminta untuk naik roller coaster. Eksperesi Rio saat ini sangat serius. Namun semakin lama Sivia semakin cemas. Perasaannya tidak karuan. Ingin rasanya ia menghentikan pertandingan ini. Walau ia tahu ini cuma latihan, tapi ada perasaan tidak enak menyelimuti hatinya. Sivia terlalu cemas hingga mulutnya tercekat. Dadanya semakin sesak.
Kini Gabriel bersiap memberikan tendangan ‘sabit’ pada Rio yang lalu di tangkap oleh Rio dan Rio bersiap memberikan serangan balik berupa bantingan. Namun tiba-tiba saja kekuatan Rio melemah. Nafasnya tercekat. Dengan cepat Iel melepas pegangan Rio dan memberikan tendangan ‘T’ pada Rio.
‘BUG’ Tendangan keras itu tepat mengenai dada Rio. Rio jatuh tersungkur. Gabriel hendak memukuli Rio yang sudah jatuh tersungkur itu sebelum.......
“STOP! STOP! YEL STOP!!” Teriakan Sivia menghentikan perbuatan Gabriel. Sivia berlari ke arah Rio dengan mata berkaca-kaca sekarang.
“Hhhh.... Hhhh... Hhhehhh...” Sekarang Rio tengah jatuh lemah diatas matras dengan nafas tak menentu. Mukanya pucat. Asmanya kambuh.
“RIO! RIO! Ya ampun!” Sivia tidak sanggup menahan air matanya, ia menangis. Iel tertegun. Ia merasa bersalah sudah membuat asma Rio kambuh.
“YEL! Bantu RIO Yel!! Bawa dia kerumah sakit!” teriak Sivia.
“I-iya..” Iel merasa kaget dan segera berlari untuk mengambil mobilnya.
“Rio.. atur pernafasan Yo!” Kata Sivia dengan air mata terus mengalir deras disudut matanya.
“Aku kan udah bilang.. kamu nggak usah ikutan Karate! Asma Yo! Asma!”
“Hhhh... Vi-Via... Hhhh hh..”
“Bodoh! Nggak usah bicara dulu bodoh!”
“A-a.. hhh.. a-aku.. hhh.. hh.. sa..hhh sayang.. sama hhh.. hhh.. kamu Hhhhehh.. hh..” Tangisan Sivia pecah.
“A-hh.. akkhh.. aku.. c-cin... cinta sama hhhh k-k-kamu.. hhhhh..”
“Bodoh!”
“M-m-maaf.. Hhh.. k-kalo’.. hhh.. aku gak bisa.. hhhhh.. jagain kamu”
“Bodoh!!” Tangisan Sivia meledak.
“Maafin aku.........................” Mata Rio tertutup.
GOR yang semula ramai dengan desahan nafas Rio dan tangisan Sivia mendadak hening.
“Rio? Rio? RIO!! BANGUN YO!! BANGUN!!”
“ Yo! AKU BELUM JAWAB PERNYATAAN KAMU YO!!”
“AKU JUGA CINTA SAMA KAMU YO! JANGAN PERGI!!”
GOR itu penuh dengan teriakan dan tangisan Sivia sekarang. Tangisan penyesalan, kekesalan, serta kesedihan.
“Trus katanya kamu mau ngelindungin aku Yo! Gimana Bisa! Bodoh!” Sivia terus memaki-maki Rio yang sudah tidak bergerak itu.
“Riooo....” Sivia memeluk tubuh tak bernyawa itu.
“Ayo! Sivia, kita bawa Rio ke rumah sa........kit?”
“Via?” Gabriel berlari ke arah Sivia yang sedang memeluk jasad Rio itu.
“Terlambat Yel, Aku emang bodoh” ucap Sivia datar, masih dengan memeluk tubuh tak bernyawa itu. Pandangannya kosong menatap matras. Gabriel berdiri mematung. Merasa bersalah.
_The End_
Huuufttt..... gimana? Gimana? Jelek yah? ToT saya tau itu!!
Jadi mohon komentar nya dong, biar kalo’ aku bikin lagi aku bisa belajar dari kekurangan aku dicerita ini..
Makasih yang udah mau baca!! (palingan juga gak da)
Arigatooo!! ^o^
_Tata_




[o1]Sivia

4 komentar:

  1. tata !!
    cieee...
    curiga nih :p

    hhe,, mm comment pa yh ?
    hm, koreksi dlu deh ..
    hm,, karate ?
    kq kmu kpikiran buat rio suka karate sih dsni?
    hm, trus bukanny julukan untk guru karate itu 'senpai' yh ?? hm, trus jrusny apa aja tuh ?
    kq gk da yg q knal d bidang karate ? *sotoy mode on*

    oke2, meskipun q kurang suka karena san ending .
    tp, untk langkah awal nilai kamu dah 95 deh ta !
    jadi kamu dapet rapor biru n masih bisa ketemu minggu depan! *kwkwkwkw*


    oh iy 1 lgi :p
    hhe,, mang asma bs ampe mninggal yh?
    wah,, klo gtu q mw buat surat wasiat dlu deh ..

    hhii :DD

    #DTBR

    BalasHapus
  2. Gawaaattt!!!! dikomentarin masternya!!! haha..

    Err.. Rio suka karate? karena kepingin ajaa.. (alasan gak mutu)
    Guru karate? senpai ya? saya gak tau soalnya!! (ng'sok sihh!!)
    Klo soal jurus.. itu sebenernya sama sekali bukan jurus karate.. tp jurus silat! soalnya kan dulu aku sempet ikut silat gituu... tp kaya' x ak udah agak lupa.. jadi ya maap lah.. (maksa)

    Makasih buat nilainyaaa!!! *terbang*

    Meninggal? gak tau deh.. ya saya kan bikinnya karena dia emang bener2 kehabisan nafas dan gak cepet2 ditolong pake oksigen jd mati aja deh.. (Sotoy tingkat tinggi)

    Jangan bilang kak Tira punya asma? maaf kaaakk!!! jangan kepikiran bisa menyebabkan kematian deehh!! maaf!!!

    BalasHapus
  3. hadoooohhh.... bochaaaahhh.... sumpah keren beud dh jln crita na ngena gtu...
    tpi koreksi nih hmm.. emg sih hmpr2 mrip naskah ketimbang cerpen tpi wat pemula 1000 cendol dh bagos gos gos..
    ;-)
    bsa bygin kjadin nua.. tpi IM SO SAD coz bad anding..
    harus ad renkarnasi nh hehe..
    lbih teliti mncari karakter/tema kejadian neng mksd na jgn smpe slah.. okok!!
    haha.. karate beda ma silat sayoong..
    sensei?? senpai dh ky na..
    asma?? drimu ad pgalman kah ttg asma???

    ok nilai na B plus plus dh ;-)
    kereeeeennn... bgt2 hehe..lanjutkan say... ;-)

    BalasHapus
  4. Hahaha.. makasih!! kak Echa!!! Maka nya.. aku lagi berusaha bikin cerpen yang bener2 cerpen nih!!

    Lha.. maksud saya kan nge'les.. karena aku gak tau jurus2 karate.. aku masukin aja jurus silat!

    Iya.. kaya' nya senpai.. hehe..

    Asma? nggak.. nggak ada pengalaman kok! cm pengen ajaa! hehe
    B+? makasiihh!!!

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...