Rabu, 29 September 2010

Spontanitas Jari-jari ku!!!

Aku mendengar angin malam telah membisikiku sesuatu..
Ia berkata, bahwa 'wanita' itu telah pergi berkelana ke sebuah negri..
Negri yang mungkin ia mimpikan dulu..
Negri yang mungkin hanya ia lihat ceritanya melalui sebuah dunia maya..
Tapi, hey.. lihat dia sekarang..
'Wanita' itu sekarang tengah dalam perjalanan ke negri itu..
Ia akan berusaha mewujudkan impiannya disana..
Berusaha sekuat tenaga, agar ilmunya bisa berguna bagi dirinya dan orang lain..

Angin itu pergi meninggalkanku sekarang
Yang tersisa hanya sebuah gambaran tanganku, tentang 'wanita' itu.
Sama sekali tidak mirip memang, tapi aku merasa itu benar-benar dirinya
Senyum yang hanya kulihat dari foto pun, masih terbekas jelas dipikiranku..
Bagaimana nanti jika aku bertemu 'wanita' itu?
Aku nggak tau, mungkin aku akan terdiam dengan mulut ternganga karena bisa bertemu dengannya..

Sekarang alunan lembut mengalun disekitarku..
Lagu yang benar-benar ingin ku nyanyikan saat ini..
Tapi Aku tak sanggup menyanyikannya, biarlah lelaki itu saja yang bernyanyi..

Hei.. aku harap 'wanita' itu nantinya bisa kembali dengan segudang ilmu yang ia galih selama bertahun-tahun di negeri impiannya itu. Dan tentunya bisa bermanaat bagi kita semua.
Semoga dia nggak lupa sama bahasa Indonesia, Bahasa Sunda, bahasa Jawa yang mungkin pernah dia tanyakan padaku.. ataupun bahasa Jepang yang mempertemukan ku dengan 'wanita' itu..

Berjuanglah.. maka akupun akan berjuang disini..


Koun wo Inoru! neechan
(hei.. saya ngelantur, abisnya terpukul bgt kemaren nggak bisa ikutan ng'twit.. T.T)

Hei 'wanita' itu lagi di langit.. terbang menyebrangi samudra dan benua!!
Semoga 'wanita' itu bisa sampai di tujuan dengan 'SELAMAT' AMINN!!

Senin, 27 September 2010

LOTR [ part 4]

LG mempersembahkan :


Part 4 : Start Of Something New
POV   :  Ozy

Ane jalan lemes masuk kelas. Gimana enggak? Soal kemaren.. Hhh.. sampe’ nggak megang sisir seharian aku. Di kelas udah ada Tata dengan paket Mat. Lagi.
“Alo, Ji..” Sapanya tanpa liat aku. Aku duduk dikursi di sampingnya.
“Ta...”
“Hmm..” Dia masih nulis rumus.
“Ta!”
“Opo?!”
“Ojo nesu..”
“Mboten. Ojo mulai..”
“Enjeh, cak..”
“Apadehh..??” Akhirnya Tata melepaskan diri dari pensil yang menjeratnya berhari-hari.
“Kaya’nya ane suka dia deh..” Aku mulai.
“Suka apa? Cewek? Udah empat puluh tiga kali lu ngomong gitu ke aku..”
“Ha? Masa’ sih udah 43?? Kamu itung?”
“Enggak, ngarang tok. Suka siapa sih. Jiii??”
“Tau lah, Ta..” Aku noleh ke belakang. Noleh ke tempat duduk cewek dingin yang biasanya di sebelahku. Tapi untungnya sekarang belum dateng.
“Mmm... masa’?” Tata mungut pensilnya lagi, tapi keburu ane tabok. “Biasaa..”
“Yang ini bener-bener suka Ta..”
“Kalo’ gitu.. kita cari jalan deh buat ngelelehin dia..”
“Bener? Mau bantu ane?”
“Iye.. Oji ku..” Tata ngambil pensil lagi, tapi kali ini kagak ane tabok.
“Yeee!! Makasih, ya Ta... nanti ane bantu juga deh.. buat ngelelehin si itu tu..” Aku naik turunin alis.
“Siapa? Aneh-aneh deh..” Tata mulai ngerjain lagi. Tapi aku tau mukanya udah merah.
“Lho? Aku kira kamu suka Mari—“ Tata nyusupin bola kertas ke mulutku. “Hmmfh..”
Dua sejoli dingin masuk kelas. Ane nggak tau kenapa mereka selalu bareng. Kaya’ kakak-adik, kaya’ orang pacaran.. (T= Hadeehh.. Oji.. mikir dong..) Iyasih.. si Mario selalu manggil AdheLisa itu ‘Kak’. Kemaren-kemaren juga mereka ngaku kalo’ mereka anaknya Pak Holmes. Tapi kok mereka seumuran? Masa’ kembar? Ndak mungkin.. imposibelili..
“Ji.. Ji!!” bisik Tata sambil nunjuk mulutnya. Woiya! Sumpelan kertasnya masih dimulutku. Cepet-cepet aku lepeh tu sumpelan trus duduk di tempatku. Mario dan AdheLisa itu duduk di tempatnya.
“Sorry, ya Kak..” Kata Mario. Si Al (AdheLisa) malah nelungkupin mukanya ke meja. Lah? Kenapadeh? Au’ ah..
“Kenapa Al?” tanyaku. Aku sih, tau jawabannya. Nggak ada.. T.T
Tiba-tiba si Lunglit Iel masuk ke kelas tergopoh-gopoh. Oh, iya.. belum ada yang cerita ya? Dia jadi ketua kelas lo..
“Semua disuruh ke ruang musik sama Bu Yukiko..” kata Iel.
“I love this lesson..” Kata Ify sambil mulai berdiri.
“Ayo kak.. mau aku bantu jalan?” Tawar si Mario ke Al. Al Cuma geleng-geleng trus jalan lemes keluar kelas ngikutin yang lain. Hey, what’s going on?.
@Ruang Musik
“Ta.. psst.. Ta!” bisikku kedepan.
“Onok opo?” tanya Tata. Aku ngomong sepelan mungkin.
“Kalo’ cewek tiba-tiba lemes itu biasanya ngapain?”
“Nggak punya duit, Ulangan jeblok, Badan pegel, nggak punya pulsa, patah hati—“
“Oke, semua..” Kata guru cantik yang bernama Bu Yukiko itu “Hari ini saya mau langsung praktek, karena saya mau tau bakat musik yang ada dalam diri kalian masing-masing”
Sebagian murid terjengat senang, sebagian ngeluh, nggremeng nggak jelas. Rrraawwwr...
“Eh, eh.. tenang dulu.. majunya satu bangku kok.. kalian boleh mainin alat musik apapun yang tersedia disini..” Bu Yukiko melanjutkan.
 Waah? Sebangku? Apik tenan. Kulihat si Al, dia masih nelungkupin mukanya di meja. Tata nggak bergerak sama sekali. Kaku. Mario Cuma garuk-garuk kepala.
“Nah, siapa yang mau mengawali?” Tanya Bu Yukiko.
Ify mengangkat tangan tinggi-tinggi. That’s all, dia main piano. Obiet? Yasudahla.. kita liat saja..
“Ehm.. temen-temen kami persembahkan karya Ludwig Van Beethoven versi ee.. Ify and Obiet, then.. hope you like it..” Kata Ify yang kemudian disambut tepuk tangan.
Tidak usah basa-basi mereka berdua langsung duduk di depan piano, mulai mengalunkan harmoni yang, Wah! Mario aja sampe melongo tuh.
“Aku tau aku nggak se-perfect Ify..” Bisik Tata ke aku. Aku Cuma nepuk-nepuk pundaknya.
“Sabar yo nak..”
Lima menitan berlalu, karya-karya lain menyusul. Ada yang main Bass, Drum, Angklung, Kecek-kecek, Tissu.. (T= sek sek.. kok tambah suwe tambah adoh..” Halal, Ta..
“Selanjutnya kamu!” Bu Yukiko nunjuk Mario dan Tata. Dua-dua nya melotot, saling berpandangan. “Ayo..”  Kata Bu Yukiko lagi.
Mario dan Tata berdiri, aku nggak ngerti Tata bisa main apa. Oke  Mario sudah ngambil gitar (ragu-ragu), Tata lagi jalan, takut-takut ke arah.. tunggu.. woo!! Ke Drum.. oh, tidak.. ke Gamelan.. Oh, tidak.. ke— (T+R+L= Ozzzyyy!!!) Baiklah.. ke.. piano! Bijim.. ane nggak tau ente bisa, Ta..
Mario dan Tata lirik melirik. Mario tersenyum tipis. Tata pun membalasnya dan, musik lembut mengalun dari tangan Tata, Waw. Mario ngerutin keningnya sambil senyum, seolah dia tau itu lagu apa, dan.. Mario pun memetik gitarnya bung..dan seirama bung.. (L= Tata mulai menyanyi Bung..)
“I always been the kind of girl.. That hide my face.. So I afraid to tell the world.. What I’ve got to say.. But I have this dream.. Right inside of me.. I’m gonna let it show.. I’ts time.. To let you know..” (T)
Eh, eh.. suaranya Tata bagus oy!. (L= Diem Ozy!! Yio mau nyanyi juga..)
“This is real, This is me, I’m exactly where I’m suppose to be now.. Gotta let the light.. Shine on me..” (R)
“Now I found, Who I am.. There’s no way to holding in.. No more hiding who I wanna be..” (T)
“This is us..” (Tata+Rio)
Waw.. Impressive.. Keren.. Asoy.. Manteb.. Wokelah cuyy! Standing applause for my sister and Mario! (L= Plok-plok-plok) Semua bertepuk tangan meriah.
“Kerren Ta! Manteb!! Kerren Yo!!” Teriak ku. Bijim. Pengumuman, saya lebe..
Mario dan Tata balik ke tempat duduk. Keduanya ber Toss! Asyiknya.. iri ane..
“Hei, kamu bakat juga ya, Ta..” Kata Mario masih seneng.
“Hehe.. itu Cuma iseng.. kamu juga heba banget bisa tau lagunya Yo..” Kata Tata.
“Oh, itu lagunya sering di setel Kakak.. makanyaa..”
“Jadi Mario adiknya......”
“Panggilnya Rio aja.. Itu nama panggilanku..” Kata Mar-eh, Rio.
“Oiya, emm-Rio.. hehe..” Tata ketawa kecil. Waduh ane di kacangi neh.. Aku menepuk pundak Rio.
“Selamet ya, Bung!! Ente udah leleh..” Kataku.
“Ha?”
“Sorry, Yo.. Oji orangnya mah, geje beud..” Kata Tata sambil mendelik ke ane. Ya ampuun..


“Oh, hahaha.. lucu juga kamu, Zy..” Rio ketawa. Pertama kalinya liat dia ketawa! Berikan applause..

“Ayo selanjutnya! Yang impressive lagi..” Kata Bu Yukiko senang. Tinggu.. tunggu.. semua kok pada noleh ke ane? Berarti... baiklah, kutarik tangan Al.


“Ayo..” Ajakku sambil senyum setulus mungkin. Kami pun berdiri. Al masang wajah panik sambil gigit kuku.


“Tenaang.. kita pasti bisa kok!” Seruku.


“O’ow..” Kata Rio


“Kenapa Yo?” Tanya Tata


“Disini nggak ada biola?” Rio balik tanya. Tata menggeleng. “Kakak nggak bisa apapun selain Biola kaya’ Papa..”


Eeh.. saya dengar percakapan mereka. Jadii..


“Saya nggak bisa main apapun, Bu” kataku barengan sam Al. Kami berpandangan. Kaget.


“Psst.. Psst!!” Rio ngasih kode.


“Nyanyi, Ji.. nyanyi..” Liptalk Tata.


“Woiya, tapi nyanyi apa? Dia suka lagu apa?” Aku bales tanya. Then.. Rio dan Tata berdiskusi.


“Tampilin apa aja.. bebas kok..” Kata Bu Yukiko ramah. Aku noleh ke Al, dia Cuma gosok-gosok tangan sambil liat kebawah. Aku pindah pandangan ke Tata+Rio. Mereka lagi ngangkat spanduk. Hee.. darimana tuh dapetnya?. (R= Nyolong tetangga..)


‘Start Of Something New’
HSM

Start of something new? Ane coba deh, aku lirik Al lagi.. dia masih melipat tangannya.


“Mau nyanyi aja? Oh, boleh.. Ayo!” Kata Bu Yukiko.


“Ehm, eee..” Aduh, aku lirik lagi si Al, tidak ada perubahan, baiklah.. Bismillah..


“Living in my own world.. Didn’t understand” Ane lirik lagi.. mungkin dia mau ngelanjutin, tapi.. oh, Nihil!. “That anything can happen..  ehrm.. when we take a chance..” Oke dia nggak jawab. Oke, aku gendeng. Oke, aku putus as. But...


“I never believe in.. what I couldn’t see..” (L)


God! Dia nyanyi! Aku memandangnya tak percaya.. (alay)


“I never open my heart..” (L)


“Ooo~~” Ku kasih improvisasi dan dia tersenyum malu.


“To all the possibilities... uuu..”


“I know..” (L+O).  Penonton mulai bertepuk tangan seirama.


“That something has changed..” (L)


“Never felt this way..” (O+L)


“And right here tonight.. this could be the start, of something new.. It’s feel so right.. To be here with you.. Ooo.. and now looking in your eyes.. I feel in my heart..”


“Feel in my heart..” (O)


“This start of something new..” (O+L)


Semua mulai bertepuk tangan. Tata dan Rio ber-Toss lagi. Tapi yang paling penting dari semua itu, cewek dingin ini akhirnya senyum. Senyum yang bener-bener senyum. Aku mulai niru adegan HSM selanjutnya.


“Ozy..” Kataku sambil ngulurin tangan.


“Lisa..” Kata Al sambil menyambut tanganku. Aaaw.. I’m flying without wings!! (T=Lebee)


Tata noleh ke aku dan Al, ups.. Lisa. Tata menunjukkan jempolnya. Lalu tiba-tiba menyalami Lisa.


“Congrats! Kamu udah mulai cair..” Kata Tata tersenyum lebar.


“Eh?” Lisa membelalakkan matanya. Bingung.. o.O


“Sudah lupakan.. “ Kata Tata lagi. Aku masih terbang inget adegan ku ama Lisa tadi *o*.


“Nggak lemes lagi kan kak?” Tanya Rio pada Al.


“Mungkin..” Lisa lebih memilih membisiki Rio. Tapi, entah dapat kekuatan darimana.. rasanya kupingku bisa ngedenger suaranya Lisa. Dan saya pun terbang melambung tinggi menembus langit ke tujuh. (T= Ji.. turun Ji!! Sekarang bukan saatnya kita main pesawat-pesawatan!) Heh? Oh, iya..


“Ta! Ta! Nanti ane kerumah ente lagi yah..” bisikku.


“Pasti mau kerumah si-Lisa ya!!”


“Emm.. sebenernya ane mau konsultasi dulu..”


“Gaya kau Ji..!! pake’ konsultasi segala, soal apaan sih?”


“Ahelah.. pake’ nanya..”


“Oh, oke.. oke.. tapi bawa Chitato ya!!”


“Apa? Kamu tadi bilang apa?” Si Rio tiba-tiba nyahut.


“Hah? Chi-chitato.. kenapa?” Jawab Tata bingung. Si Rio Cuma tersenyum lebar menunjukkan gigi-gigi gingsul dan bogangnya. Ane baru tau..


“Nggak.. gak papa..” Jawab Rio. Tata cengo’ atau? Mematung? Atau meleleh? Ane gak tau..


“Si-Rio lucu juga Ta.. cocok kok!” bisikku.


“Apadeehh.. “ Jawab Tata malu-malu. Yang lalu fokus pada pelajaran musik itu.


end



How? How? Kalo’ saya sih.. bab Favorit yang ini!! Haha.. (bener-bener pelampiasan obsesi!!) Thank you!! Lisaa!!! :*


Kritik, Saran, Pujian.. akan kami terima dengan senyuman palingtulus..


Terima Kasih, sudah membaca!! :DD
(do’akan UTS saya lancar yaaa!!!)


Will you waiting for Part 5?? (Aku tau inggris ku kacau!) *kabbuurrr*


Minggu, 26 September 2010

Apa?!

Apa? hah? Apa?! Apa?? Apaa??!! Trus kenapa?? Hah?? Apa Apa?? Trus?? Apa? kenapa emangnya? Hah?? Apa Apa Apa???!!!






Hah.. saya Geje.. hahaha.. saya geje... hahaha.. saya geje.. saya Gila!! ahaha.. 
*jambak-jambak ramut* 






Mrs. curiosity

Kamis, 23 September 2010

Suntik?!?

Heii!! Hari ini saya mau cerita tentang suntik!! Cerita berawal dari sini..

“Kepada murid-murid kelas 9, setelah UTS hari ini berakhir mohon untuk tidak meninggalkan kelas terlebih dahulu. Karena akan ada pemeriksaan kesehatan”

Itu tadi suara speaker. Kurang lebih begitulah isinya. Anak-anak langsung pada nyeletuk “Wee.. mau disuntik” dan seketika anak-anak heboh. Ada yang udah menjerit kalo’ dia nggak mau disuntik, Ada yang biasa aja, ada yang tetep dengerin musik, ada yang tetep lari-larian, ada yang masih asik duduk-duduk diluar kelas. Saya termasuk yang biasa aja.. (tenan ta?) yah pertamanya histeris, tapi nggak lebe.. Cuma nyeletuk “What? Suntik.. mati kon.. aku trakhir suntik kelas berapa ya?” udah gitu tok.. sumpah! (abaikan).
Trus dikelas nunggu giliran. Tapi nggak dateng juga petugas suntik nya. Akhirnya speaker bersuara lagi, yang isinya menyuruh kita semua (murid kelas 9) berkumpul di kelas 9A. (aku kelas H *gaadayangnanya*). Maka kami semua turun deh ke bawah menuju kelas 9a.
Wow! Antri! Kaya’ orang antri BLT gitu.. selama ngantri anak-anak pada sibuk sama ketakutan nya sendiri. (gak semua sih.. aku nggak tuh). Ada juga yang usul “Ayo! Kabur yok!” Dan ada beberapa anak yang menyetujui. Ish.. trus aku nyahut “Yang kabur nggak mau sehat..” dan muncullah celetukan-celetukan lainnya seperti ‘kemalan’ (kemalan=ng’sok) hohoho.. aku dan yang lainnya ketawa GJ waktu itu. Abisnya saya ngesok juga sih.. padahal aku sendiri juga takut hehehe.. tapi celetukannya temen-temen aku tadi nggak serius kok.. tenang aja.. aku tau mereka. Anak-anak masih sibuk dalam ketakutannya sendiri. Aku masih meyakinkan mereka kalo’ nggak akan sakit.
Antrian serasa berhenti ditempat. Nggak maju-maju perasaan saya. Dan ternyata gerombolan didepan aku tuh nggak mau maju. Padahal didepan itu kosong, oh.. mentolo..  Akhirnya aku ngajak yang lainnya buat nyerombol antrian. Biar cepet disuntik ndang mari ndang wes. (Cepetan selesai, dan sudah). Terus kita nunggu pas didepan kelas. Di dalem kelas 9a masih penuh.
Trus aku duduk di bangku batu gitu (?). disebelahku ada anak F yang udah takut duluan padahal belum disuntik. Trus ada temen aku yang nakut-nakutin anak F itu.. hohoho.. saya ikutan juga ah..“Nanti itu ya.. jarum nya segini..” temenku merenggangkan tangannya. “Trus tebelnya segini..” aku nunjukkin kelingkingku. “Trus nanti ditusuk ke kepala.. pake’ palu” dan menjeritlah anak F itu dengan alay nya. Aku ama temenku tadi ngikik.
Selama nunggu, daripada aku bengong, mending aku promosi lagunya Jason Mraz. Hoho.. *jiwasalesnyamuncul*.
Dan akhirnya ya allah.. giliran kita dateng juga.. kita masuk kelas, menaruh tas. Dan melihat ekspresi anak kelas lain yang lagi disuntik. Ada yang takuut banget. Sampe dia meluk ibu petugasnya itu. Ada juga yang waktu disuntik, Dia Cuma merem sekilas dengan tenangnya. Lalu membuka mata dengan santainya setelah selesai disuntik, Wow. Macem-macem lah.
Tapi temen aku masih ada juga yang takut disuntik, ya allah.. trus aku bilang ke mereka “Sebenernya yang bikin sakit itu ketakutan kalian sendiri, karena dari awal kita udah bilang pasti sakit.. ya jadinya sakit..” kataku. Trus ada yang nyahut “Iya, semua tergantung sugesti kita sendiri..” Hoho.. lagi-lagi saya ng’sok. Padahal masih ada rasa takut disudut hatiku (halah).
Akhirnya penyuntikan berlangsung. Aku? Nggak nangis dong.. haha.. malah ada reaksi temen aku yang bilang “nggak kerasa apa-apa..” ya, ada yang biasa aja.. ada yang meringis kesakitan pelan. Kalo’ saya? Mainin kapas, haha.. ternyata dikapasku nggak ada darahnya.. ada sih tapi Cuma titik doang =,=. Ada juga yang hampir nangis. Hoho.. Aku Cuma megangin tanganku, masih berbicara pada yang lainnya untuk mengalihkan rasa nyeri ditangan.
Jadi kesimpulannya. Semua itu tergantung dari keyakinan kita.. kalo’ kita dari awal bilang “pasti sakit” ya hasilnya sakit. Tapi kalo’ kita percaya “nggak akan sakit” ya insya allah nggak akan sakit. Eh, bener nggak sih kaya’ gitu.. kalo’ menurut aku sih kaya’ gitu.. hehe..
So.. cerita berakhir disini.. haha (ini postingan nggak penting ya? Hoho)
Yuk babay...
Nb: buat kelas 9h.. mari kia berjuang sama-sama buat UNAS. Sadarlah nak.. haha..


Selasa, 21 September 2010

Rindukan Dirimu [cerpen]

“This is real.. this is me.. I’m exactly where I’m supposed to be now.. gotta let the light, Shine on me.. Now---“
Seorang cowok yang sedang berlari tergopoh-gopoh tiba-tiba saja terhenti langkahnya oleh suara merdu itu.
“Rasanya aku mendengar suara bidadari” pikirnya. Ia menuntun langkahnya menyusuri taman yang sebentar lagi akan sampai di sebuah danau. Semakin lama suara merdu itu semakin terdengar jelas.
“This is me...”
‘sssss..’ Bulu kuduk cowok itu berdiri. Bersamaan dengan terhentinya langkah kakinya. Ia mendapati seorang cewek sedang duduk dibatang pohon besar sambil bersenandung lirih, lirih tapi tidak menghilangkan kemerduan suaranya. Cowok itu berdiri mematung. Entah apa yang membuatnya terdiam.
Cewek itu menyadari kedatangan cowok yang sekarang berdiri mematung itu. Seketika senandungannya terhenti. Ia nampak panik. Membuat cowok itu tertawa kecil. Cowok itu berjalan mendekati cewek itu dan duduk disampingnya.
“Suaramu bagus..” Puji cowok itu. Reaksi cewek itu bukannya senang seperti orang pada umumnya jika dipuji. Cewek itu mendesah pelan. Tatapannya yang tegas dan tajam mendadak menjadi sayu. Cowok itu bingung. Merasa bersalah, ia meminta maaf.
“Maaf.. aku salah ngomong ya?” cewek itu hanya diam, memandangi danau didepannya. Cowok itu makin bingung. Apa yang harus ia lakukan sekarang?. “Oh, iya.. kenalan!” Pikir cowok itu setelah muncul gambar lampu diatas kepalanya. (?)
“Hai.. Aku Rio,  kamu?” Kata cowok  bernama Rio itu, mengulurkan tangannya. Cewek itu menoleh sekilas. Lalu menunjuk label pada buku yang sedari tadi ia pegang. Label itu bertulisakan:
“Ashilla Zahrantiara”
Rio merasa mati kutu. Uluran tangannya diabaikan begitu saja. Ia menurunkan tangannya. Tersenyum kaku. “Berarti aku manggilnya Ashil?” Tanya Rio ragu. Ashilla melotot. Rio menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Zahra?” Ashilla menggeleng. “Emm.. Tiara?” Ashilla mendesah pelan. “Terus apa dong?? Ngomong dong!!” Ucap Rio kesal.
“Shilla, cukup Shilla aja..”.
‘sssss....’ Bulu kuduk Rio berdiri untuk yang kedua kalinya. “Gilaa.. ngomong aja, merdu banget suaranya” Batin Rio. Lalu ia tersenyum lebar. “Oke, Shilla”. Shilla tersenyum tipis dan kembali menatap danau tenang didepannya. Rio mengambil ipodnya, mendengarkannya sampai ia tertidur. Shilla tidak mempedulikannya. Ia tetap memandangi danau didepannya.
‘TRIIIING’ pekikan suara Hape itu membangunkan Rio dari tidurnya. Setelah mengumpulkan nyawa, ia melihat jam ditangannya. Jam 3 sore. Lalu ia mencari sosok cewek bernama Shilla tadi. Tapi. Nihil. Dia nggak ada. “Yaah.. udah pulang..”
Rio meraih Hape nya untuk membaca SMS yang membangunkannya tidur siangnya tadi.

From   : Mas Alvin Bawel :ppp
Woy! Kemana aja lu! Kata mama, lu kabur gitu aja, waktu mau disuntik!. Sekarang mama pingsan gara2 kecapek’an nyariin lu!. Pulang gak lu! Atau lu harus tidur di kamar mandi! =[

Rio mendesah pelan, setelah membaca SMS itu. “Aku lupa! Kalo’ mama itu lemah!! Bodoh! Bodoh!” cibirnya dalam hati. Lalu bergegas pergi meninggalkan danau tenang itu sendirian.

“Haruskah ku hidup.. dalam angan-angan.. Merengkuh ribuan impian.. Haruskah ku lari, dan terus berla-“ Nyanyian Shilla terhenti, karena ia mendengar suara sesuatu terinjak. Ia menoleh kebelakang dan mendapati Rio sedang menampakkan wajah ‘Ups’, dengan tangan kiri memegangi tangan kanannya. Shilla panik. Dan buru-buru menghadap danau lagi.
“Lagunya dilanjutin aja..” Kata Rio yang tiba-tiba sudah duduk disamping Shilla. Membuat Shilla kaget setengah pingsan. (?). Rio tertawa kecil melihat reaksi Shilla yang kaget.
“A-aw..” Keluh Rio lirih. Masih memegangi lengan kanannya. Shilla tidak berkutik. Masih memandangi danau didepannya.
“Kamu pelit banget sih, masa’ ngomong aja nggak mau..” Ejek Rio sambil memain-mainkan kapas dilengannya. “aww..”
Shilla melotot, membuat Rio kaget. “Ma-maaf deh..” Kata Rio takut-takut. Shilla Cuma menaikkan alisnya. Rio dan Shilla pun terdiam kembali. Shilla sibuk dengan pikirannya sendiri. Rio sibuk memain-mainkan kapas dilengan kanannya yang baru saja disuntik.
~Esok Harinya~
Shilla sedang menulis lirik sebuah lagu. Lagu kesukaannya bersama ibunya. Lagu kenangan baginya. Lagu pembawa sial baginya. Maka ia menulisnya dengan tinta merah. Disertai air mata mengalir pelan di pipinya. (penulis nggak tau, Shilla kenapa -_-). Merasa kesal, Shilla mencoret-coret lirik yang baru saja ia tulis tadi.
“Lho? Kok dicoret-coret?” terdengar suara seorang cowok. Membuat Shilla menghentikan kegiatannya. Spontan Shilla menoleh kesumber suara, dan mendapati Rio sedang membungkuk dengan dahi berkerut.
Cepat-cepat Shilla menghapus air matanya dan menutup bukunya. Shilla kembali menghadap danau.
“Kok kamu nangis? Ada apa?” Tanya Rio, Shilla tidak menanggapi.
“Ah, sial.. tadi waktu dateng nggak denger kamu nyanyi, tumben kamu nggak nyanyi? Kenapa, kamu nangis?”. Shilla masih tidak menanggapi. Rio cengo’ karena daritadi ia dikacangi.
“Gimana ya, caranya biar aku bisa ngobrol ama Shilla? Aku kan pengen temenan sama dia..” Pikir Rio. Ia melirik ke arah buku yang dipegang Shilla, lalu muncullah gambar lampu diatas kepalanya. (?)
“Mmm.. boleh pinjem bukunya nggak?” Shilla menoleh. Bingung. Lalu kembali menghadap ke depan. Memberikan bukunya, tanpa melihat Rio. Rio menerima buku itu lalu memulai membukanya.
Isi dari buku itu adalah kumpulan lirik-lirik lagu. Ya, Rio sudah menduganya sejak awal. Tapi, hey.. dibuku ini ada beberapa teks lagu dengan satu judul yang sama yang ditulis dengan tinta merah. Lagu berjudul ‘Mimpi’ lagunya Anggun C Sasmi. “Kenapa Cuma lagu ini?” batin Rio.
Lalu Rio melakukan idenya tadi. Ia mengambil pulpen yang terselip di sampul buku itu. Lalu mencari halaman kosong. Dan mulai menulis.
Hey Shilla, karena kamu gak mau ngomong.. terpaksa deh aku coret-coret buku mu buat komunikasi, boleh gak? Maaf gak nanya dulu.. hehe ^^v
Lalu Rio memberikan buku itu pada Shilla. “Nih..”. Shilla menerimanya dengan tatapan datar. Ia membuka buku itu dan membacanya dengan dahi berkerut. Namun tak lama ia tersenyum dan mulai menulis. Rio sudah merasakan hawa-hawa keberhasilan.
S       = Hei, Rio.. Aku suka sama idemu.. oke kita pake’ buku ini buat komunikasi =)
R        = Asiikk.. oke, ada beberapa hal yang mau aku tanyain, boleh?
S       = Silahkan..
R        = Kamu suka nyanyi  kan? Tapi.. kok, kalo’ aku dateng, kamu berhenti sih nyanyi nya?
Shilla menggigit bibirnya, lalu....
S       = Aku nyanyi buat aku sendiri, aku gak mau orang lain denger..
R        = Lha? Kenapa? Suara kamu itu bagus banget tau’ pelit banget didenger sendiri. Aku tuh selalu merinding kalo’ denger kamu nyanyi.
S       = Hhh.. kamu nggak tau apa-apa..
R        = Hah? Maksudnya? Sebenernya ada apa sih?
Shilla mulai menulis balasannya, sementara Rio menunggu dengan penasaran.
‘TRIING’ pekik suara Hape Rio. Rio langsung menggerutu nggak jelas. Shilla masih menulis.

From   : Mas Alvin Bawel :ppp
Yo! Lu itu kemana aja sih?  Pulang sekolah ngluyur aja! Kalo’ lu sakit lagi.. kasian Mama tau’! jagain mama kek.. bantuin mama kek.. Mas mau kerja! Jadi sekarang pulang!  atau lu harus makan pake’ nasi ama saos doang! =..=

 Rio mendesah kesal. “Ganggu aja nih, mas Alvin.. tau.. tau.. kalo’ aku gampang sakit! Hhh..” batinnya. Shilla memberikan bukunya.
“Aduh sorry Shill, aku harus pulang hehe.. maaf ya.. bye..” Kata Rio melambai. Senyum tipis Shilla, tatapan tajam Shilla berubah menjadi senyum kecut dan pandangan sayu. Ia melambai lemah.
“Oh, iya! Besok aku pasti dateng lagi.. nanti kalo’ aku dateng, disambut ama nyanyianmu yaa!!” Teriak Rio tiba-tiba. Shilla terkaget.

“Ada tutur kata yang terucap.. ada damai yang kurasakan.. bila---“
‘ssss..’ Bulu kuduk Rio berdiri untuk yang kesekian kalinya. Saat ini ia berdiri dibalik pohon yang membelakangi Shilla. Tanpa sepengetahuan Shilla tentunya. Tujuannya sudah jelas, agar dia dapat mendengar suara merdu Shilla secara utuh.
“Uu... huuu..uu..huuu..”
“DUARR!!!”
“Ya Allah..” ‘ssss...’ Bulu kuduk Rio berdiri lagi. Shilla kaget karena Rio mengagetinya tadi. Dasar!. Jujur sebenernya Shilla senang sekali karena Rio datang. Karena Cuma Rio temannya.
“Hihi.. latah aja suaranya bagus banget! Heran aku!” Ucap Rio sambil duduk disamping Shilla.
“Ah, ayodong.. ngomong..” Shilla menggeleng.
“Hhh.. okedeh, kalo’ gitu aku perlu alasan..” Shilla memberikan bukunya. Rio membuka halaman yang kemarin mereka tulisi.
S       = Karena aku gak mau suaraku mengantarkan maut bagi yang denger. Seperti ibuku.
Rio melongo. Sama sekali nggak ngerti sama apa yang ditulis Shilla ini.
R        = Kok bisa?  :o
S       = Ibuku meninggal.  Didetik-detik terakhir waktu itu, ibu menyuruhku menyanyikan lagu favorite nya. ‘Mimpi’ maka aku menyanyikannya. Dan dengan diiringi nyanyianku itu pun ibu meninggal. Aku tidak mau mengulanginya.
Rio ternganga. Sama sekali nggak ngerti sama jalan pikirannya Shilla. Bagaimana bisa, dia berpikir kalo’ suara bisa mendatangkan maut. “Aneh..”
R          = Ah, aneh kamu Shill, kejadian ibu kamu itu udah takdir tuhan.. lagian ya, kalo’ bener suara kamu kaya’ gitu.. aku udah mati duluan dong sejak awal ketemu kamu.
Shilla menggigit bibirnya. Dia nggak tau mau jawab apa. Perlahan ada tetesan bening mengalir di pipinya. Mungkin ia menyesali pikiran konyolnya. Atau dia menyesali adanya kebenaran di tulisan Rio barusan.
“Lho.. lho.. Shill, jangan nangis Shill..” Rio bingung sendiri. “Sorry, sorry.. tapi jangan nangis.. waduh..”
“Bantu aku Yo.. bantu aku agar aku bisa nyanyi lagi..” Kata Shilla masih membiarkan air matanya mengalir. Rio bingung. “Bukannya kamu udah bisa nyanyi Shill? Bantu apa lagi?”
“Bantu aku, biar aku nggak takut lagi berbicara ataupun menyanyi di depan orang..”
“Baiklah.. itu udah pasti.. kita teman kan?” Rio tersenyum. Mengulurkan tangannya.
“Makasih.. kita sahabat..” Kata Shilla, juga mengulurkan tangannya. Mereka bersalaman. Rio terkaget sesaat. “Oke, Sahabat!” Rio tersenyum lebar.
“Kau se..perti.. nyanyian dalam hatiku yang, memanggil.. rinduku.. padamu hoo~” Tak usah bertanya lagi siapa yang sedang bernyanyi saat ini. Shilla.
Rio berjalan lemas menuju danau. Wajahnya murung. Ibunya sakit parah. Dan dia harus menjaganya. Mas Alvin, kakaknya harus bekerja. Ayahnya juga harus bekerja. Cuma Rio satu-satunya anak yang bisa menjaga ibunya, itupun setelah ia pulang sekolah. Maka Rio meminta izin sebentar saja.. kepada Mas Alvin sebelum ia berangkat kerja untuk pergi ke danau ini.
“Dan sepiiii...”
‘ssss...’ bulu kuduk Rio berdiri untuk yang entah keberapa kalinya.
“Weits.. merinding cuy!” Celetuk Rio membuat Shilla kaget. “Oh, hai Rio! Akhirnya dateng..”
“hehehe...”
Rio dan Shilla saling berbicara. Kali ini tidak menggunakan media buku lagi. Shilla sudah dengan lancar berbicara tanpa teringat trauma nya dulu.
“Woo.. jadi kamu pingin jadi penyanyi?”
“Ya, itu impian ibuku sebenernya. Aku ingin mewujudkannya..”
“Bagus dong..” kata Rio lalu melirik jamnya. “ 5 menit lagi harus pulang” pikirnya.
“Emm.. aku boleh pinjem bukumu bentar nggak?” Ucap Rio, Shilla bingung.
“Boleh, buat apa?”
“Emm.. buat kenang-kenangan..” Jawab Rio yang mulai menulis.
“Kenang-kenangan? Emang kamu mau kemana? Jangan bilang kamu mau pindah ke luar kota?”
“Emm.. nggak kemana-mana sih.. hehe..” jawab Rio, masih sambil menulis.
 “Aneh..” cibir Shilla.
Tak lama kemudian Rio menuntaskan tulisannya. “Nih..”
“Apaan nih?” Lagu? Kamu bikin lagu?”
“Ya.. gitu deeh..” Kata Rio melirik jamnya lagi. “2 menit lagi..” pikirnya.
“Wah.. hebat! Nyanyiin dong..”
“Emm.. boleh..” Kata Rio. Shilla menunggu sambil membaca lirik-lirik yang ditulis Rio tadi.
“Berjanjilah.. wahai sahabatku.. bila kau tinggalkan aku.. tetaplah tersenyum-“
Shilla mendongak, mengalihkan pandangannya dari buku. Ternganga. Tanpa sadar ia memejamkan matanya. Menikmati setiap alunan yang dinyanyikan Rio.
“Rindukan.. dirimu..”  Shilla masih memejamkan matanya.
“Shill?’
“Woiya, Yo? Udah ya.. wawawa.. suara kamu keren Yo! Menghanyutkan!”
“Ha! Lebee... suara kamu tuh, bisa bikin aku merinding” Kata Rio melirik jamnya lagi. “Ini saatnya aku pulang”.
“Beneran.. lagu kamu juga keren banget! Haha.. keren! Keren! Aku boleh nggak nyanyiin lagu ini, ya atas nama kamu lah.. penciptanya. Siapa tau aku nanti beneran jadi penyanyi.. hehe.. Amin!!”
“Boleh, em Shill.. aku harus pulang sekarang..”
“Yaah.. yaudah deh, makasih ya.. lagunya!”
“Oke, ditunggu album mu di toko-toko kaset!” Ucapnya lalu pergi dengan lambaiannya. Shilla membalas. Masih berbinar.
“Semoga.. dirimu disana.. kan baik-baik saja.. untuk selamanya.. Disini.. aku kan selalu.. Rindukan dirimu.. hoo~ Wahai sahabatku..”
“Wooaa!! Ini sih, kerennya kebangetan, hebat!” Shilla berulang kali menyanyikan lagu itu. Hanya satu kali mendengarnya ia langsung hafal. Berulang kali juga ia memuji lagu itu. Dan kali ini ia bertanya-tanya. Karena penulis lagu itu nggak juga dateng.
“Oh, mungkin nggak bisa dateng.. ada kegiatan lain mungkin..” pikir Shilla. Lalu menulis ulang lirik lagu itu dibukunya pake’ tinta biru. Kok biru? Sedih?. (?)
Hari berikutnya pun Rio tak kunjung datang ke danau itu. Padahal Shilla masih mengharapkan kedatangan sahabatnya itu. Ada banyak hal yang ingin Shilla ceritakan kepadanya. Sambil menunggu pun Shilla menulis ulang lagu ciptaan Rio itu. Masih sama, menggunakan tinta biru. Lagi.
Hari berikutnya, hari berikutnya, dan hari berikutnya. Rio tidak juga datang. Shilla yang masih menunggu merasakan kerinduan yang mendalam. (lebe gak sih?)
“Ya, Yo.. kok nggak dateng lagi sih? Trus aku ngomong ama siapa dong? Cuma kamu temen aku.. kamu sebenernya kemana sih? Kenapa sekarang kamu nggak pernah dateng..” ucap Shilla lirih. Ia meraih bukunya. Membolak-balik halaman buku itu, ia berhenti pada halaman dimana terdapat dialognya bersama Rio waktu itu. “Ah, sial..” gerutunya.
Ia mencari halaman kosong. Tapi setiap ia membalik halaman buku itu, yang ada sebuah lirik tanpa judul yang ditulis berulang kali dengan menggunakan tinta biru. Ia sampai di halaman terakhir. Tersisa satu halaman. “Oke, ini halaman terakhir..” Shilla menulis ulang lirik lagu Rio itu untuk yang kesekian kalinya. Menggigit bibir seolah perbuatannya itu dapat mencegah air yang memaksa turun disudut matanya. Sakit sebetulnya.
Setelah menulis sampai selesai, ia merasa ada yang ganjil. Ya, lagu itu belum memiliki judul. Hanya dua kata yang terpikir oleh Shilla.
“Rindukan Dirimu”
Shilla menulis judul lagu itu, yang ternyata langsung melemahkan kekuatannya untuk menahan air bening yang sudah diujung mata. “Kenapa sih, padahal kita juga baru beberapa kali ketemu.. tapi kamu udah menjadi sahabat yang paling penting dalam hidup aku.. nyadar nggak sih?” Ucap Shilla tersenyum kecut.
“Oke, ditunggu album mu di toko-toko kaset!”
‘DEG’ Shilla yang semula duduk sambil memeluk lututnya. Menyembunyikan wajahnya, mendongak secara tiba-tiba. “Rio...”

~ 3 Tahun kemudian~
“Oke.. masih di RiSE FM.. bersama saya Nova Chintya, sesi request udah dibuka dari jam sepuluh tadi, so.. yang mau request lagu-lagu Indonesia maupun luar negri masih ditunggu di nomer yang sama 081234567891. Ya, dan.. sudah ada yang menelpon rupanya, Halloooww... siapa disana?” suara penyiar radio yang berbicara seperti kereta api itu tidak mampu membuat kebosanan Shilla membaik.
“Hola.. RiSE fm.. hola mbak Nova!”
“Holaa.. ya~ dengan siapa? Mau request lagu apa?”
“Aku Rio-“
‘DEG’ “Rio?” Shilla kaget. Cepat-cepat ia mengeraskan volume radio yang semula bersuara lirih itu.
“—Aku mau request lagunya Ashilla dong.. yang Rindukan Dirimu—“
“Hei hei.. itu sudah di request berulang kali..” potong sang penyiar radio.
“Eh.. gak papa.. abis suaranya enak banget..”
“Okedeh.. mau kirim salam??”
“Aku mau kirim salam buat sahabat lama aku yang namanya Shilla. Makasih banyak dan mohon maaf sebesar-besarnya. Salam kangen..”
“Ciee.. sahabat lama nih.. oke, untuk Rio.. eh? Namanya sama kaya’ penciptanya ya? Hehe untuk Rio dan Shilla—lho? Ini  namanya juga sama kaya’ penyanyi nya yah.. haha.. langsung saja kita dengarkan Ashilla Zahrantiara dengan Rindukan Dirimu....”
Shilla mematung.
“Itu.. itu.. itu Rio!! Rio!! Hwaa.. kamu kemana Yo!!” Air mata Shilla tumpah. Tapi ada senyuman terbentuk dibibirnya. Dia tidak menyangka bisa mendengar suara Rio lewat radio. Suara yang tiga tahun lalu sempat mengisi harinya.
“Kau tahu Rio.. kamu sahabatku. Aku sudah mewujudkan mimpiku dan mimpi ibuku. Apa kamu udah beli albumku? Lihat! Udah ada di toko-toko kaset” ucapnya memandang keluar jendela kamarnya.
“Kau tahu? Aku Rindukan dirimu..”
Rio sedang berdiri di berandanya, ditemani radio yang mengalun lembut disampingnya.
“Rindukan.. dirimu...”  Dan Rio pun menyanyikan ending lagu itu bersamaan dengan suara merdu dari radionya. 


Ahaha.. au’ ah..
Nggak ngerti saya sama cerita ini.. =.=” menurutku sih aneh!! Hehe..
Gimana menurut kalian?? Kritik dan saran slalu saya tunggu!!
Makasih! Udah bacaa!!! \(^o^)/
Nb: sebenernya saya nggak tau mau nulis judulnya apaan.. jadi karena saya lagi kesengsem sama lagu Rindukan Dirimu, yaudah saya pake’ aja.. hoho..
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...