Sabtu, 12 Maret 2011

Stars [cerpen]

Cause in the sky oh, so high, there are beautiful stars which shine in the night

Aku mengalihkan pandanganku keluar jendela hanya untuk mengontrol emosiku. Ada tangan seorang wanita paruh baya yang sedang meremas pundakku, seolah memberiku kekuatan. Walaupun aku tahu wanita itu sudah tidak bisa menahan air matanya.
“Saya tahu saya tidak berhak, saya bukan tuhan..”
Ya! Bapak bukan Tuhan. Bapak tidak berhak.
“Waktunya memang tidak lama lagi..”
Dan saat itu juga, dimana aku melihat ada satu bintang yang mengintip diluar jendela, setetes air mata mengalir menuruni pipiku, yang segera disusul tetesan sejenis lainnya. Aku melihat dokter didepanku yang sedang tersenyum lemah, lalu ke seorang wanita yang masih menyentuh pundakku. Aku menggeleng.
Aku tahu mungkin sebagai seorang laki-laki aku tidak pantas untuk menangis, menunjukkan betapa lemahnya aku. Tapi tidak bisa. Karena sungguh aku tidak ingin dia pergi meninggalkan kita semua secepat ini.
Aku mendongak, dan segera menyeka air mata saat mendengar deritan pintu ruangannya terbaring terbuka. Wanita paruh baya itu, Ibunya. Beliau keluar sambil tersenyum tipis, aku berdiri.
“Nak Obiet..”
“Ibu tenang saja, hari ini biar saya yang menjaga, Ibu pasti capek. Lagipula besok kan hari minggu..” Kataku “Saya sudah minta izin Ibu, kok..” aku tidak tega melihatnya kelelahan seperti ini. Beliau berpikir sejenak lalu menghela nafas.
“Ya sudah. Tadi waktu ibu lihat Oik juga baik-baik saja, dia malah bercandaan terus.. semoga-“
“Tidak akan, bu..”
“Semoga. Ibu titip Oik sebentar ya, Biet.. berani kan?” Aku mengangguk “Nanti Rio nyusul kesini kok, gantian jaga rumah soalnya. Ya sudah, ibu pulang dulu..”
“Iya, hati-hati bu..”
Menghela nafas, aku mencoba tersenyum. Aku berjalan menuju kamarnya. Oik menoleh kearahku setelah sebelumnya melihat keluar jendela. Dia tersenyum senang.
“Obiet..”
“Hei, lagi liatin apa sih?” Aku duduk disamping ranjangnya. Dia tertawa kecil.
“Lihat deh, Biet!” dia menunjuk keluar jendela kamar rumah sakit  yang sengaja dia buka, aku mencondongkan badanku kedepan, mencoba melihat yang dia maksud “cantik banget ya langit malam itu, aku suka ngeliat mereka”
“Iya, cantik. Kaya’ siapa ya?”
“Kaya’ aku dong!” Katanya bersemangat.
“Yee, kayak gini cantik?”
Oik manyun “Hehehe.. iya cantik kaya’ kamu..” Aku menowel hidungnya. Dia tertawa, lalu mulai berceloteh riang. Aku mendengarkannya, sambil berjalan untuk menutup jendela.
“Yah, Biet.. kok ditutup?”
“Udah malem.. tidur deh, istirahat. Besok kita jalan-jalan di taman rumah sakit, oke?”
“Beneran Biet?” Katanya bersemangat sambil merebahkan tubuhnmya. Aku tertawa.
“Iya, tapi kalau dapet izin dari ibu kamu sih. Wee..” Aku menarik selimut diranjangnya sampai menutupi bagian perutnya. Aku duduk dikursi dekat ranjangnya, masih ingin menemaninya berceloteh seperti biasa seperti biasa sebenarnya.
“Udaah tidur sana besok cerita lagi..” aku mengacak rambutnya pelan, dengan pasrah dia tersenyum dan memejamkan matanya.
“Tapi kaya’nya besok nggak bakal bisa deh, Biet” Oik membuka matanya.
“Kenapa? Ibu pasti ngasih izin kokm nggak usah takut”
“Bukan. Soalnya aku mau pergi”
“Eh?”
“Iya, tadi bintang itu ngajak aku. Dia akan mengajakku terbang ke langit biru, sama bintang-bintang cantik lainnya..”
Aku terkejut, tentu saja. Bicara apa Oik ini?
“Haha kebanyakan baca komik kamu, ngayal banget!”
“Hehehe, beneran kok, Biet. Tapi kamu nggak usah khawatir, aku bakal baik-baik aja sama mereka.. aku bakal menari-nari sama mereka, dan kalau hujan turun aku bakal bernyanyi bersama mereka.. aku bakal nemenin kamu diatas sana”
Aku menatapnya tidak mengerti. Wajahnya memang pucat, tetapi matanya berbinar. Aku Cuma tersenyum.
“Ngayal lah, kamu.. udah makin ngaco ngomongnya pasti karena ngantuk. Tidur kah, Ik..”
“Baik! Hehehe” dia mengeratkan selimutnya “Oh iya. Aku... sayang Obiet. Hehehe”
“Dasar..”
Dia mulai menutup matanya setelah menghela nafas panjang, dan terlelap dengan nafas teratur sekarang.
Aku dan Oik memang tidak ada hubungan lebih selain sebagai sahabat. Karena dia sudah kuanggap sebagai adikku sendiri. Kita hanya terpaut satu tahun, dia adik kelasku yang juga tetanggaku. Kita suka bermain bersama sejak SD, sampai sekarang kita SMP. Aku benar-banar tidak ingin dia pergi. Karena seperti yang kukatakan tadi, aku menyayanginya seperti adikku sendiri.
“Cepet sembuh ya, Ik..” Bisikku sambil menggenggam tangannya.

***
And the tears started flowing out again, and I went to the window, and I opened it. And there she was shining in the sky. Among those beautiful stars.
‘tinunet’
Mataku mengerjap beberapa kali. Oh aku tertidur. Aku melepas genggamanku dari tangan Oik. Kuambil ponsel disakuku.
“Lowbat?” gerutuku sedikit kesal. Kumatikan ponselku. Setahuku tadi aku belum mematikan lampu. Emm, pasti Mas Rio, Kakak Oik. Dia sedang tidur disana, di sofa kamar ini.
Aku menguap, mencoba untuk tidur dengan posisi semula. Tunggu, ada yang aneh dengan kondisi Oik, atau Cuma perasaanku saja?. Ia tidak terlihat bernafas teratur seperti tadi. Oh, tolong. Jangan. Aku mengarahkan telunjukku ke lubang hidungnya, tidak ada hembusan nafas. Dengan panik aku segera memegang lehernya berharap menemukan denyutan nadi. Tidak. Tidak mungkin. Masih belum mengerti aku memengang pergelangan tangannya sekarang, masih mencari denyut nadi itu.
Tidak ada.
“Nggak mungkin.. nggak.. nggak” gumamku tidak cukup pelan. Aku cemas tentu saja.
“Oik.. oik.. oiiikk..” Aku menampar-nampar pelan pipinya, mencoba membangunkannya. Tolong tuhan. Oik bangun, bangunlah. Air mataku mulai menyeruak keluar lagi, karena aku tahu mau membangunkannya seperti apapun juga dia tidak akan bangun. Dia telah pergi.
“Oiik..” Aku terisak.
“Hngg? Obiet, kenapa?” Aku menoleh ke Mas Rio yang terbangun.
“Kenapa, Biet?”
“Dia pergi”
Dokter baru saja menutup seluruh tubuh Oik dengan selimut. Seolah menegaskanku sekali lagi bahwa dia benar-benar pergi. Ibu Oik menangis hebat melepas kepergiannya. Mas Rio disampingnya, dan aku tahu dia sangat shock kehilangan adik kesayangannya.
Aku disini. Melihat langit yang masih gelap. Ada banyak bintang disana. Mungkin benar katanya, dia telah pergi bersama bintang-bintang itu. Karena aku melihat senyumnya diantara bintang-bintang itu, dan aku yakin bintang itu adalah ia, bintang yang paling bersinar menurutku.
Among those beautiful stars.

***
She’ll be dancing in the clouds and she’ll be singin’ the rain
Aku menengadah melihat hamparan bintang dilangit. Tidak banyak. Mungkin karena sekarang cuaca sedang mendung.
Sudah satu bulan lebih dia pergi.
“Kayaknya kamu betah ya main sama bintang-bintang itu” aku menunjuk langit “Nggak apa-apa sih. Tapi.. kalau ada yang gangguin kamu, bilang aku. Kalau kamu kesepian, bilang aku juga.. aku bakalan nemenin kamu”
Aku tertawa. Halah, bicara apa aku ini?, lagipula aku bicara dengan siapa?.
Mengacak rambutku sendiri, aku memutuskan masuk kamar meninggalkan beranda.
“Bintang dilangit, kerlip engkau disana..”
Aku berbalik melihat beranda. Tidak ada siapa-siapa tentu saja. Tapi.. aku mendengar.. oh! Aku tahu. She’ll be singin’ the rain, doesn’t she?. Ya, bersama hujan yang mulai membasahi bumi ini. Aku tersenyum.
“Kerlip engkau disana..”  Aku bersenandung kecil.
“Uhuk”
Aku terbatuk secara tiba-tiba. Aku jatuh terduduk menyandar dinding, masih terbatuk. Aku melepas bekapan tanganku dan mendapati darah ditanganku. Oh, bukan ini bukan dari mulutku, tetapi dari hidungku.
Pusing.
Ternyata makin banyak darah yang keluar dari hidungku. Aku nyaris tak punya tenaga untuk bersuara. Saat pintu kamarku menjeblak dengan tidak sabar, semua menjadi gelap.
***
I was in the sky oh, so high, with those beautiful stars that shine in the light. I was dan cing in the clouds and I was singin’ the rain.
5 tahun telah berlalu sejak bintang membawanya pergi. Saat itu juga sebuah kanker berkembang didalam tubuhku. Leukimia, membuatku berada disini sekarang. Di rumah sakit. Lagi. Haha.
Kesalnya, kanker sialan itu menyerangku disaat aku sedang merasakan euphoria luar biasa, karena aku baru saja mendapat pengumuman lulus SMA. Aku telah melepas masa seragam putih abu-abu lho. Aku seharusnya tengah merasakan bangganya menjadi mahasiswa. Kalau saja.
Bersyukur. Aku masih bersyukur memiliki teman-teman yang peduli, mereka sering menjengukku. Tapi tetap saja terkadang aku merasa kesepian. Seperti sekarang, Ibu dan Ayah sedang keluar membeli sesuatu. Jadi aku memilih untuk berjalan menuju jendela, mencarinya. Ah, dia disana.
“Hei, Oik.. ternyata kamu bener. Kalau sakit makan itu nggak enak banget” Kataku “Kalau dulu aku sering ikutan ngomel setiap kamu nggak mau habisin makan yang disuap ibu, sekarang aku dimarahin temen-temen aku. Keroyokan. Hehehe..”
Aku memandang lekat-lekat langit malam.
“Apa? Temenin kamu? Disana? Hahaha. Pengen sih..”
“Hn?”
Ugh. Darah ini lagi. Pintu membuka, aku tersenyum lemah, entah apa maksudku. Ibu langsung panik dan berlari memanggil suster ataupun dokter. Tanganku sudah penuh darah, haha. Darah itu perlahan membayang.
‘tit’
‘tit’
‘tit’
“Obiet!”
Aku membuka kelopak mataku. Aku mendengar suaranya. Dia memanggilku. Tunggu, dimana aku sekarang? Sekelilingku gelap. Aku berjalan dengan ragu.
“Obiet, ayo sini!”
Aku melihat sesuatu yang terang sekali diujung sana. Entah mengapa aku merasa aku harus berlari. Suaranya memang makin terdengar jelas, berarti aku semakin dekat dengannya. Aku akan bertemu Oik. Benar, kah?.
Sampai.
‘tiiiiiiiiiiiiiiitt’
Ada banyak yang berkelip disekitarku. Badanku terasa ringan. Serasa terbang. Aku bahkan tertawa. Rasanya benar-benar damai disini, seolah tak ada beban. Aku melihat ada bulan disana. Benarkah ini langit? Lalu dimana Oik?.
And I saw a beautiful face
Ya. Dia disana. Tersenyum. Membuatnya terlihat bersinar, dan lihat bahkan senyumnya tidak berubah.. masih menyejukkan. Tanpa berkata apa-apa dia meraih tanganku, mengajakku berputar, berdansa dengan bintang-bintang ini.
“Among those beautiful stars..”  Dia bernyanyi.
“Among this beautiful stars..”  Balasku.
“Sekarang aku bisa bermain sama kamu disini. Sama bintang-bintang juga..”
Oik mengangguk senang.

We were dancing in the clouds, we were singin’ the rain. Among those beautiful stars.


The End-


HA-HA –o-;
Yang ini nggak masuk akal ya? Ampun \-.-/.
Yeee akhirnya saya mbalik bikin fanfic! Abisnya kangen bikin fanfic, hehehe. Sebenernya ini bisa juga disebut songfict.. soalnya ide ceritanya aku ambil dari lirik lagu berjudul ‘Stars’ hehehe, aku nggak tahu siapa penyanyi aslinya soalnya aku denger yang versi ‘Greyson Chance’ dan emosi dia waktu nyanyi ini + piano nya itu aku dapet banget, jadi pengen bikin ceritanya hehehe ^^.
Nggak tau kenapa waktu nentuin tokohnya, yang kebayang itu Obiet sama Oik. Padahal aku sebenernya pengen pake Rio, tapi ya gitu yang kebayang tetep Obiet-Oik jadi saya pake deh hehehe ^^.
Oh iye maap ya, kalau nggak dapet feel nya kayak aku dengerin lagunya T.T soalnya saya merasa akhir-akhir ini nggak bisa bikin cerpen lagi, rasanya udah nggak selancar dulu gitchuu.. -_-.
Well, kritik dan saran amat sangat saya butuhkan. Terima kasih yang sudah mau menyempatkan membaca dan berkomentar, kalian penyemangat saya ^o^
Sayonaraaaaa...

-GentaRP-

6 komentar:

  1. Gw lg terobsesi menantang orang lain buat bikin ky di link ini http://fahd-isme.blogspot.com/2011/03/perpisahan-termanis.html
    gw rasa cerpen km ini cocok ta...
    kl dulu gw bilang km lebih cocok sm cerpen yg gayanya ngocol, dan km bilang emang susah dapetin feel sendunya, barangkali bisa di remake jadi fiksi musikal atau bahasa km songfict,hehehe...
    gmn? berani ga??

    BalasHapus
  2. hehehe, ini saya belom woro-woro ke yang lain lho, tante sopi udah baca duluan.. hahaha kaget saya.

    Emm, suruh bikin songfict kayak yg di link? (yg di link mah dewa banget basanya utekku gak nutut) #roaming) ^^ kan ini udah songfict wee.. mau nantangin gimana lagi? ^^a

    BalasHapus
  3. eeeyaaa,,,
    eemmm,,,
    kurang greget taa,,
    kurang detail sedikit,,
    agak kurang berasa feel yg kuat diantara merekanya ta,,
    hehehe,,

    hemm,,but it's okay,, another kind of story from tata, tapi tetep berhubungan dengan pergi meninggalkan dunia ini ya ta,, hehehe

    BalasHapus
  4. si bocah is back! back to fanfict, back to "mati" again :))
    just wanna say: welcome back bocah gembuk!! >.<

    BalasHapus
  5. Ta -_-
    Aku..nangis T_T
    Kau patut bangga, jarang-jarang aku sampe nangis lho kalo baca FF, which mean, this is a very good one :D

    BalasHapus
  6. Ya ampun, makasih banget lho, kak Amiii!!! hahaha :D makasih :D

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...