Sabtu, 15 Oktober 2011

Quiet [cerpen]

Hei! hahaha, lama yah saya nggak bikin cerpen eh aku gak tau juga sih ini bisa disebut cerpen atau nggak .__.
Abaikan judul diatas, sebenernya aku masih nggak tau harus ngasih judul apa ke cerita ini -_-". oh dan ya, saya peringatkan.. cerita ini.. geje like always -u-. begitulah.. (?)
i've warned you..

***

Aku mempercepat ketukan-ketukan yang aku ciptakan dari ujung-ujung jari keatas meja. mataku terpejam. pernafasanku sedikit lebih lemah dari biasanya. lidahku mengering. dan pendengaranku menajam.

satu. dua. tiga. empat.

Ah, untuk apa aku menghitung setiap detik yang aku biarkan berjalan lewat begitu saja?

Aku menghentakkan telapak tanganku begitu saja keatas meja kesal, sembari membuka mata, malas.

bosan. bosan. bosan.

aku benci situasi ini. aku benci keheningan ini. aku tak suka keadaan yang terlalu sunyi di ruangan persegi yang tak begitu luas. seperti kamarku ini. rasanya sama saja seperti dikurung walaupun tidak ada yang mengurungku.

Geje? Yah, memang.

Intinya keheningan selalu membuatku ingin menghilang dari tempat ini. di dalam keheningan aku dapat mendengar pikiranku dengan jelas. jelas sekali. di dalam keheningan itu alam bawah sadarku akan mengirimkan beratus-ratus lembaran-lembaran potret usang. tentangnya. tentangku. tentang kita.

Tidak bisa. Aku harus membunuh keheningan ini. Aku butuh lagu dengan beat cepat yang penuh semangat, yang mampu membuyarkan lembaran-lembaran tidak jelas yang melayang-layang kacang diatas kepalaku. jadi, aku raih ponselku dan mulai memilih-milih lagu apa yang akan aku putar. aku tak ingin lagu sendu. aku sedang malas mendengar lagu dalam negri. lagu hiphop, RnB, funk jazz, rock....

kenapa. kenapa. kenapa.

Kenapa semua lagu disini mendadak nampak membosankan di mataku? membuat telingaku menolak mentah-mentah untuk mendengarkannya.

Gawat. Gawat. Gawat.



Aku dorong lagi ponselku ke meja. kepalaku menoleh dengan gelisah. mencari sesuatu benda apapun lah itu asal bisa mengalihkan pikiranku. dengan cepat aku sambar laptop di samping ranjang. ya, ide yang bagus sekali sepertinya berkeliaran di dunia maya. yep, salah satu alternatif jituku untuk berpaling dari dunia realita dan dunia imajinasiku yang semakin lama semakin random. Setelah menyiapkan semuanya lengkap dengan modemnya aku mulai membuka website-website yang aku tahu.

Social Networking. Facebook. Hei! sepertinya menarik.. sudah berapa lama aku tidak membuka akun facebookku?. Wow! Newsfeed ya?. aku telusuri pelan sampai halaman bawah. membaca kegiatan-kegiatan yang dilakukan para facebookers yang mayoritas orang yang aku kenal ini. Aku senang namun tidak dapat berbohong kalau membuka facebook yang sekarang ternyata tidak semenarik dulu saat awal-awal aku mengenalnya. begitu-begitu saja.

Aku masuk ke profil pageku. Foto profilku masihlah fotoku yang sedang duduk meringkuk di bawah bangku sekolah sambil makan batagor. Ha-haa.. aku masih ingat, dia lah yang menangkapku basah sedang diam-diam makan batagor tanpa memberitahunya karena takut dihabiskannya, tapi toh dia menemukanku, dan malah bergaya ala paparazzi, memotretku dengan kamera ponselnya. 

Dia ya?

Aku scrolling ke bawah halaman itu dan mendapati status terakhirku isinya adalah ucapan syukur atas kelulusan SMA-ku. cukup lama juga rupanya....

Ah. sial.

SMA. SMA. SMA.

Lagi-lagi aku teringat tentangnya. tentangku, dan tentang kita. dulu.

Aku menyeringai masam melirik mouseku yang bagian bawahnya mengeluarkan sinar berwarna merah. Tunggu, hei apa kau mendengar sesuatu? samar. tapi aku yakin sekali ini suara...nya.

Kena! Mataku menangkap nama akun facebooknya di sisi kanan halaman facebook ini. ya. foto profilnya, namanya dan simbol bulat berwarna hijau. dia online!. seribu umpatan kesialan karena aku sadar suara yang aku dengar sampai sekarang adalah suara dari masa lalu yang entah bersuara dari mana.. hatiku kah? otakku kah?. dan... kenapa pula mataku tidak bisa lepas untuk terus membaca namanya. nama itu. berulang-ulang.

Reza Satria. Reza Satria. Reza Satria. Reza Satria.Reza Satria.

STOP!. aku tersentak. tidak boleh.. tidak boleh.. tidak boleh? tapi kenapa pointerku sekarang bergerak ke nama akunnya dan lalu....

KLIK. Putih untuk satu, dua, tiga, empat, lima, enam detik dan jantungku melompat. hatiku mencelos. nama itu. dan foto itu. wajah yang sudah lamaaaa sekali tidak pernah aku lihat. senyum itu. tawa itu... masih tidak berubah. masih... menawan. Oh Tuhan... kenapa tetap sama saja.. kenapa namanya tetap saja seperti magnet yang membuatku ingin menyelami dunianya lagi?

Dengan perasaan campur aduk aku telusuri dindingnya. status terbarunya baru satu jam yang lalu.

"Balada anak kos, hahahaha"

Aku menarik sudut bibirku keatas. Ya, aku tahu.. dia sekarang mengambil studi lanjutan di luar kota pahlawan ini, mengumpulkan ilmu lebih banyak lagi sebagai modal menjadi orang yang dia inginkan. Melihat foto-foto terbarunya dari album foto di facebooknya nampaknya dia bahagia disana. sekarang. walau tanpa aku.

Aku lirik lagi bagian 'obrolan' di sisi kanan. Masih ada simbol bulat hijau itu. Sebagian hatiku ingin menyapanya dan memulai tali silahturahmi seperti dulu. berbaikan. bukan, maksudku bukan berbaikan untuk menjadi seperti yang dulu lagi. Berbaikan untuk menjadi teman, itu saja. Sebagian hatiku benar-benar ingin menyapanya, karena aku menyadari aku sangat merindukannya. teapi sebagian hatiku yang lain masih menganut sistem jaim dan tidak-mau-memulai-duluan. Kenapa harus begitu ya? bukankah aku dan dia sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi? Maksudku.. Maksudku..

Ya. Aku dan dia telah "putus" dan memilih menjaga jarak perlahan-lahan hingga tak terlihat lagi oleh masing-masing kita dengan alasan luka yang sama, luka yang terbentuk akibat emosi sesaat yang memfatalkan segalanya, tetapi hal itu bukan berarti tak boleh ada lagi hubungan pertemanan antara kita kan? lantas mengapa aku bersikap bodoh seperti itu?.

Dengan segera aku klik nama itu. Sedikit ragu aku mengetik chat yang akan aku kirimkan ke dia..

"Hai, Za.."


Aku tak mengerti haruskan aku tambahkan emoticon senyum untuk awal permulaan ini, aku belum menekan tombol enter otakku masih merangkai kata, jari-jariku mengambang di udara. Aku tidak mau kata sapaanku nanti akan membuatnya--

Abu-abu. Abu-abu. Abu-abu.

Simbol bulat itu bukan hijau lagi. Abu-abu. dia offline. Dia pergi, dan aku lagi-lagi terlambat. Mulutku membuka kecil tidak percaya melihat nama dan simbol bulat itu, berharap warna itu akan menyala hijau lagi.

Kenapa aku selalu terlambat? Terlambat untuk menyesali keputusan, terlambat untuk meminta maaf, terlambat untuk menyadari kehampaan dan... terlambat untuk memulai lagi. Ah, sudahlah. Aku klik tombol 'x' kecil di ujung kanan nama itu. Memandangi lagi foto profilnya yang sedang tertawa lepas di suatu pantai. Candid. Menakjubkan.

Untuk seseorang siapapun itu yang berhasil menangkap tawa itu dalam lensa kamera, terima kasih. Untuk seseorang siapapun itu yang bisa membuatnya tertawa dan bahagia, terima kasih. Tolong buat dia selalu seperti itu..

Aku melirik tulisan disisi kiri profil pagenya.

berpacaran dengan Nadia Safitri.


Dan senyumku mengembang lagi.


Menghela nafas pelan aku memutuskan untuk keluar dari akun facebookku saja. Halaman awal youtube masih terpampang dan aku sudah tidak terlalu bersemangat lagi untuk menjelajahinya. Sembari menutup semua web yang aku buka secara random sebelumnya, aku mengira-ngira.. kenapa sinarnya masih saja berkelip disini?.

Aku menggeleng pelan. menata pikiran. menata hati. Tidak.. Ree, kau harus lihat dengan lebih jelas.. bukan hanya dia yang berkelip di hatimu.

Musik dengan irama ceria terdengar. Ponselku bergetar menandakan ada yang meneleponku. Ah, dia..

"Halo.."

"Halo, Ree.. siap-siap yak.. 15 menit lagi aku sampe.. aku nemu kedai es krim yang baru! aku yakin kamu bakal sukaaaaa banget.."


"Oh ya? Waah... siap Boss!!"

"Sip.. yaudah ya.. ini lampunya sudah ijo nih.. see you.."


"See you.. Eh, Radit!"

"Ya?"


"Makasih ya..."

"Hahahaha, nggak perlu makasih sayaang.. kayak sama siapa aja sih kamu.. oke?"


"Iya.."

Dan sambungannya terputus. Aku tersenyum melihat ponselku. Mataku beralih ke arah bingkai berisi foto sepasang cewek-cowok yang ada diatas meja ini. Aku dan Radit. Lalu berakhir kearah boneka berbentuk ikan nemo di ranjangku. Boneka kenangan lama itu.

Haaah. Maafkan saya Tuhan. Maafkan aku, Radit.. aku baru saja khilaf rupanya. Dan keheningan sialan itu yang mengundang kekhilafanku. Hahaha. Aku beranjak berdiri dan bergegas bersiap-siap mengganti baju sambil bersenandung dengan penuh keceriaan. Yaah, life must go on, Ree..

Dan aku sudah menemukan Radit sebagai penyembuh lukaku. Untuk apa mengorek luka lama yang hanya akan membuat luka itu kembali perih lagi?

maybe past is a good place to visit, but certainly not a good place to stay-Anonymous.


--end-

Yeah, geje like usual. i know it.. buat yang nggak sengaja baca komen yak hehehe ._______.VV

ps1: maaf yaah soalnya bikinnya ndadak buanget dan selesai dalam satu setengah jam doang -.-


ps2: tau gak? awalnya ini mau aku kasih judul "past perfect tense" lho.. ha-ha.. soalnya aku mikirnya ini kan kejadian pertama udah selesai trus disambung kejadian kedua jadi past perfect tense.. ha? gak mudeng? yoweslah abaikan..

2 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...