Sabtu, 30 November 2013

Sayap Pelindungmu [cerpen]

Cerita ini diikut sertakan dalam challenge menyambut rilisnya single perdana TheOvertunes berjudul Sayap Pelindungmu, ahik tjiee (?)

H-4!



____________________________________________________________________________

Dia melihatnya.

Kurang lebih empat kali ia melihatnya dengan mata kepalanya sendiri.

Lebih dari tiga kali dan dia tetap diam tanpa bertindak sudah cukup membuatnya tak berguna. Lemah. Kini yang keempat kalinya benar-benar membuatnya meledak. Ia muak.

Seolah melepas segala rasa, ia sudah berlari tadi, tindakan yang membuat kulit pipinya tergores gunting.

Tapi ini lebih baik baginya daripada harus gadis itu yang terus menerus tersakiti.

"Aku benar-benar menyesal, kau  harusnya tidak perlu menolongku.."

Gadis itu bersuara lirih, serak. Menahan segala emosi yang mungkin sudah sejak dulu ia tahan.

Tapi ia tetap diam, menoleh kearah gadis di sebelahnya. Gadis yang sesungguhnya bukan baru hari ini dia kenal. Gadis yang ia kenal cukup lama. Harusnya.

Tidak. Tidak.

Ia berusaha menyangkal dalam hatinya. Ia tidak peduli pada gadis itu. Ia cuma tidak tahan kekerasan bodoh terjadi di depan matanya. Apalagi aksi gerombolan gadis yang menindas seorang gadis.

Benar-benar berlagak. Memuakkan.

"Kau ini gila atau bodoh?", Sahutnya akhirnya. Ia memilih kembali menatap mentari terbenam di depannya, "Kenapa kau tidak pernah bisa melawan mereka? Disuruh-suruh seolah kau pesuruh mereka, ditindas begitu saja--"

"Aku memang pesuruh mereka 'kan?" gadis itu berbisik, menatap lurus mentari terbenam. Ia melirik gadis di sebelahnya. Tak disangkanya gadis itu menangis.

Perih. Rasanya jauh lebih perih dibanding luka dipipinya yang belum sempat terobati.

Ia ingin tidak peduli. Harusnya memang tidak peduli.

Tapi siapa sangka? Diam-diam ia selalu mengawasinya, berusaha membantunya tanpa diketahui, seperti menyelipkan sebatang lolipop dengan note kecil berisi semangat ke dalam tasnya, membereskan segala keusilan gerombolan gadis nakal yang berusaha mengganggu gadis itu sebelum jebakan itu sempat berhasil dan lain-lainnya. Belum pernah ia menampakkan diri begini sebagai usaha melindunginya, walau sesungguhnya sejak dulu ia ingin melindunginya.

Tapi tentu saja, rasa amarah itu kerap menghantuinya, amarah tanpa sebab yang sesungguhnya tidak ada sangkut pautnya dengan gadis itu. Amarah yang membuatnya harus keras-keras mengatakan tidak peduli.

Bagaimanapun juga gadis itu adalah adiknya. Sekalipun adik tiri, ia tetap adiknya. 

"Aku sudah berusaha berlari, tapi mereka mengejarku, seoalah aku tikus bodoh yang mudah tertangkap dan terjebak dalam permainan mereka", air matanya semakin deras mengalir, "Saat aku berusaha lari mereka mengejarku, saat aku berdiri tegak menentang mereka, mereka menindasku"

"Aku tidak tahu kenapa aku selemah itu.."

Hari semakin gelap, mereka masih diatas atap sekolah mereka. Sejak tadi hanya diam. Ia hanya membiarkan gadis itu meluapkan emosinya, berceloteh marah, menangis hingga berteriak sesuka hatinya sampai gadis itu kehabisan ide dan bersisa nafas yang tersengal-sengal. Air matanya kering, ia lelah, ingin pulang tapi tak sanggup melangkah.

Gadis itu tersentak, seseorang di sebelahnya. Lelaki yang tadi tiba-tiba menolongnya. Kakak tirinya sekarang malah bersiul. Gadis itu memejamkan matanya dan ia terhanyut.

"Kala kau merasa tak mampu berlari lagi..bahkan untuk berjalan pun tidak mungkin." Katanya setelah berhenti bersiul, "Terbanglah"

Ya, sudah tiba saatnya untuk dirinya memaafkan segalanya. Ia sendiri lelah lari dari masalah. Ayahnya menikah lagi bukan kesalahan. Sudah lama sejak meninggalnya Ibu, Ayahnya pasti kesepian. Ia merasa bodoh baru menyadarinya sekarang.

"Hei" Ia menepuk puncak kepala gadis itu, "Jika kau tidak tahu bagaimana caranya terbang, ingatlah aku. Aku akan jadi sayap pelindungmu yang akan membawamu terbang ke angkasa, membawa pergi segala keluh kesah"

Ia tersentak sendiri, sejak kapan ia bisa menyusun kata-kata seperti itu, tapi toh ia tersenyum kala gadis itu, adiknya membalas senyum dengan air matanya kembali mengalir.

"Kak"

"Mulai sekarang aku boleh memanggil kakak kan? Aku mohon"

Hatinya kembali tertohok, "Y-ya.."

Ia menyeka air matanya, senang.

"Hari sudah gelap. Ayo kita pulang.." Ia beranjak berdiri sembari mengulurkan tangannya agak kikuk. Ia tidak pernah berlaku sok manis begini walau ingin.

"Hei Tu-tunggu.. jangan turun dulu. Kau ingin merasakan terbang? Aku bisa menerbangkanmu saat ini juga"

"Eh? bohong sekali, Kakak kan tidak punya sayap"

Ia tertawa lalu membalikkan badannya, "Ayo.. aku gendong"

Gadis itu terkejut, ragu-ragu ia memeluk kakaknya dari belakang agar kakaknya bisa mengangkatnya. Gadis itu merasa bahagia di hati. Kakak yang dilihatnya dari dulu diam, hanya bersama saat di meja makan dan di dalam mobil saat berangkat dan pulang sekolah kini berlaku berbeda. Ia tidak perlu susah payah berpikir mengapa secepat itu berubah, yang ia tahu ia senang karena sekarang sosok kakak itu nyata.

Rasanya ia bisa menjalani hari esok. Berikutnya ia akan kembali berdiri tegak melawan dan keluar dari perangkap mereka. Tak perlu takut jatuh lagi, karena gadis itu sekarang percaya, bahwa akan selalu datang sayap yang melindunginya dan membawanya pergi melewati segala masalah.

"Terima kasih, Kak.." Gadis itu berbisik dalam gendongan, lalu tertidur di pungung kakaknya.

--------------------

Oke. Gaje. Lama baaaaanget gabikin beginian.Kecepetan alurnya, tapi udah buntu abis, keburu waktnya abis juga kan hehehe.

Lemme know if you read this one, thank you! .-.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...