Jumat, 25 Februari 2011

How about our Friendship? [cerpen]

Pintu berbahan kayu itu terbuka. Sedetik kemudian seorang gadis berseragam putih abu-abu dengan rambut yang sudah tidak terikat dengan rapi masuk dengan pandangan kosong. Dengan membelakangi pintu, dia mendorong pintu kamarnya dengan punggung. Matanya mulai berkaca-kaca. Mulai terisak. Tubuhnya merosot jatuh terduduk menyandar pintu. Citra—nama gadis itu—menenggelamkankan wajahnya ke rok panjang yang menutupi lututnya itu.
“Aku nggak bisa hidup seperti ini,” gumamnya “kenapa mereka semua malah menjauhi aku?” Teriaknya tak tahan lagi.
Kenapa?. Sudah lebih dari seminggu dia diabaikan oleh dua sahabatnya. Ya, memang keduanya merupakan sahabat bagi Citra, tetapi mereka bertiga tidak bersahabat. Hmm, seperti ini. Citra bersahabat dengan Vega dan Rachel, tetapi Rachel dan Vega tidak bersahabat, bahkan berteman pun tidak.
Setelah cukup puas menangis, dengan badan yang dirasanya menjadi berat karena masih ada beban tas dipunggungnya itu, ia mulai berdiri dan menyeka air matanya dengan dasi. Langkahnya menyeret menuju jursi belajarnya, melepas jeratan tasnya lalu memegangi kepalanya yang mulai terasa pusing.
Indra penciumannya mulai menghirup oksigen yang dibawa angin dari celah-celah jendela disamping meja belajarnya  yang terbuka. Menit berikutnya ia memutuskan untuk membasuh muka dan berusaha melupakan kejadian hari ini.
Pagi ini Citra memasuki kelasnya dengan kadar semangat jauh dibawah rata-rata. Ralat. Bukan hanya pagi ini, sejak kejadian beberapa hari yang lalu sebenarnya. Dengan helaan nafas panjang ia mulai memasuki kelas—
“Woooo...” Rachel yang baru saja ingin keluar kelas hampir menabrak Citra yang sekarang mundur dua langkah sambil mengelus dada. Kaget. Tak lama mereka hanya diam. Canggung. Sampai akhirnya Rachel yang lebih dulu bertindak—keluar kelas— setelah sebelumnya tersenyum ramah seperti biasa ke Citra.
“Dia senyum. Tapi bukan itu mau aku, harusnya kamu menyapa aku, Chel..” Ucap Citra dalam hati.
Citra berjalan menuju tempat duduknya. Disebelah Vega. Ya, Vega yang sekarang sedang duduk kaku dibangkunya dengan wajah tertunduk, tidak seperti biasanya yang akan menyapanya duluan saat ia baru saja melangkahkan satu kakinya ke lantai kelas.
Salah Citra juga, kah? Memang, Citra telah meluapkan semua emosinya. Semua rasa kesalnya yang selalu dia pendam kepada Vega, yang membuat Vega berdiri kaku tak bisa berkata-kata.
Well, kalau kau ingin tahu mengapa Citra berlaku seperti paragraf sebelumnya. Alasannya adalah habisnya kesabaran Citra atas sifat buruk Vega, sahabatnya sejak kelas X. Partner setianya. Pasangan sebangku yang paling awet sejak awal masuk sekolah. Tidak seperti yang lainnya yang sudah bergonta-ganti teman sebangku.
Citra menyibukkan diri dengan buku catatannya. Sedangkan otaknya masih sibuk beradu, memperdebatkan sesuatu yang abstrak. Tidak jelas. Sampai akhirnya semuanya itu membawa potongan-potongan kenangannya bersama Vega.
Vega. Cewek ajaib, menurut Citra. Cewek yang ‘dulu’nya nggak akan bisa hidup tanpa Citra. Selalu bersama-sama. Karena Vega selalu meminta tolong Citra. Selalu mencurahkan semua cerita-ceritanya ke Citra. Sampai-sampai mengatur kehidupan Citra.
Reflek Citra menghentakkan kakinya saat hatinya meneriakkan kalimat terakhir. Yah, Vega memang sering sekali meminta tolong kepada Citra. Seperi membelikan makanan ke kantin saat Vega sedang Bad Mood, atau menuliskan catatannya saat Vega sedang sakit, atau menemaninya kemana saja yang ia mau, dan masih banyak hal lainnya. Pada awalnya Citra senang-senang saja, demi sahabatnya yang moody itu. Tapi lama-lama dia capek. Apalagi saat batas kelelahannya sudah didalam ubun-ubun, Vega mulai berulah ‘konyol’.
TEET TEET TEET
Oh, sungguh otaknya sedang kacau. Sama sekali tidak berminat menerima pelajaran.
Tanpa Citra sadari ada dua pasang mata yang memperhatikan dia. Vega dengan perasaan canggungnya dan Rachel dengan perasaan kasihan dan bersalahnya.
“Maaf Cit, aku ngejauhin kamu bukan karena apa-apa. Aku Cuma nggak bisa seneng-seneng sama kamu sedangkan Vega sendirian kaya’ gitu” Gumam Rachel dari bangkunya.
Bel istirahat baru saja berbunyi. Dua anak yang menduduki bangku itu Cuma diam. Setelah perdebatan monoton di otaknya, Citra memutuskan pergi menuju kantin tanpa sepatah kata pun. Vega menghela nafas.
“Masih marah ya? Kamu nggak mau temenan sama aku lagi bukan?”.
Suara Citra menggema di benaknya. Vega menenggelamkan wajahnya, ingin meredam suara itu. Percuma. Karena benaknya sedang memutar kembali video menyesakkan itu.
“Cukup, Veg!” Teriak Citra sambil menggebrak mejanya, saat bel pulang telah berbunyi beberapa menit sebelumnya. Teman sekelas mereka menoleh kompak ke asal suara.
“Kamu nggak bisa terus-terusan ngatur hidup aku, Veg!”
“T-tapi aku Cuma bantu kamu. Biar kamu dapetin segalanya yang terbaik..”
“Terbaik apa? Dengan ngatur-ngatur aku harus berteman dengan siapa, harus ke kantin sama siapa, harus sekelompok sama siapa, harus suka dengan siapa, oh ya! Bahkan harus pacaran dengan siapa!?”
“Citraa.. kamu sama Reinald itu cocok, dia baik dan aku yakin kalian pasti—“
“Nggak.. dia itu Cuma temen satu ekskul yang bahkan aku nggak tau apa-apa tentang dia!”
Great, Citra dan Vega menjadi tontonan sekarang.
“Aku selalu nolongin kamu Veg. Apapun aku bantu buat kamu, aku seneng ngelakuinnya. Tapi aku nggak suka diatur-atur”
“Aku ngelakuin itu karena aku sahabat kamu”
Citra menghela nafas. Tersenyum frustasi. Dan berdiri.
“Kalau kamu memang sahabat aku, harusnya kamu nggak pernah nyuruh-nyuruh aku, nggak akan maksa kehendak aku. Harusnya kamu biarin aku berteman dengan orang yang aku mau, harusnya kamu nggak ngelarang aku buat temenan sama Rachel!”
Dan Citra pun pergi meninggalkan kelas, membiarkan Vega yang Cuma bisa membuka mulutnya. Sakit. Vega melirik ke tempat Rachel yang hanya melihat dan sekarang sedang memejamkan matanya. Sisa-sisa siswa yang ada di kelas mulai kasak kusuk.
“Seketerlaluan itukah sikapnya selama ini? Jahat sekali, eh?. Entahlah, mungkin memang sampai disitu saja persahabatannya dengan Citra. Lagipula kalau sekarang dia menjauh dari Citra, Citra tidak akan tertekan lagi bukan? Ya. Itu yang terbaik” pikir Vega.
Pagi berikutnya Rachel berangkat sekolah dengan rencana yang sudah tidak bisa ditunda lagi pelaksanaannya. Ia harus menyelesaikan semuanya. Tidak bisa lagi dia melihat kedua temannya—Citra dan Vega—tidak bertegur sapa seperti itu.
Jadi saat bel istirahat berbunyi, Rachel langsung berlari mengejar Citra yang lagi-lagi pergi keluar kelas sendirian dengan muka datar.
“Cit!” Rachel mensejajarkan langkahnya dengan Citra.
“E-eh! Hai, Chel!” Ada rasa senang mendadak dalam hati Citra. Ini pertama kalinya Rachel menyapanya sejak hampir dua minggu ini.
“Umm, ada yang mau aku bicarain..”
“Eh? Tentang apa?”
“Tentang kamu dan Vega”
“O-oh..” Sontak Citra menjadi gugup.
“Ntar aja di kantin..” Kata Rachel tersenyum tipis.
***
“Kamu ajak dia ngomong baik-baik lagi deh, Cit. Kasian kalau dia sendirian kaya’ gitu. Yaa sejelek-jeleknya dia, aku tau kok kamu waktu itu Cuma emosi sesaat, eee nggak tau juga sih ya”
“Tapi aku rasa kamu sebenernya masih mau temenan sama dia, kan?”
Bola mata Citra memang tidak menatap Rachel si pemilik suara tadi, melainkan ke arah butiran-butiran air yang mengalir turun di dinding-dinding botol minuman yang ia beli tadi. Tapi telinganya menyimak semuanya, membuat otaknya sibuk berdiskusi. Lagi.
“Dia itu egois..” Kata Citra lirih.
Rachel tersenyum remeh, “Trus?”
“Ha? Maksudnya?” Citra mendongak.
“Sebutin aja semua sifat Vega yang kamu tahu..”
Bingung. Menghela nafas, Citra membuka suaranya “Dia itu egois, nggak mandiri, cengeng, BM’an, manja, tegas, galak, judes.” Ucapnya semakin melambat “ceroboh, keras kepala..” Tanpa Citra sadari bibirnya tersenyum tipis. Masih menerawang. Rachel tahu tidak akan semudah itu bagi Citra untuk membenci Vega.
“Dia itu pemaksa, cerewet. Pe-peduli. Baik” Tersenyum miris sekarang. Ada rasa kangen. Citra merindukan Vega. Hal yang selalu dia rasakan tiba-tiba saat di rumah, tapi selalu berusaha dia abaikan saat di sekolah.
Hening.
“Udahlah, nggak ada salahnya meminta maaf duluan. Lagipula kalau menurut aku ya, Cit dia bakal mikirin semuanya yang pernah dia lakuin ke kamu dan akan merubah sifat buruknya, apalagi setelah kamu meledak waktu itu..” Kata Rachel tersenyum, begitu pun dengan Citra.
“Tapi kalau dia tetep ngelarang aku temenan sama kamu?”
“Yah, mau gimana lagi..” Rachel mengangkat bahu “Lagian juga aku nggak mau temenan sama kamu. GR banget..” Rachel menyeringai remeh.
“Jahaat..” Rajuk Citra. Rachel tertawa.
Pulang sekolah. Saatnya semua murid dengan ajaib memasang tampang cerah secara bersamaan disaat pelajaran terakhir ini nyaris sukses menghipnotis semua murid untuk jatuh di alam bawah sadar. Perlahan, satu per satu murid-murid di kelas itu mulai meninggalkan kelas, setelah sang ‘master hipnotis’ melangkah keluar kelas.
Citra sengaja tidak beranjak dari tempat duduknya. Memaksa Vega yang duduk disamping kirinya tidak bisa keluar. Mau bagaimana? Samping kiri Vega adalah sebuah dinding. Ia tidak ada keberanian untuk mengajak Citra bicara untuk memberinya jalan keluar. Jadi Cuma satu yang tersisa. Menunggu cewek berkuncir kuda itu meninggalkan bangkunya. Walau harus menahan nafas bermenit-menit.
Ada Rachel yang menunggu diluar kelas. Saat kelas itu hanya dihuni oleh Citra dan Vega, saat itu pula Citra menjalankan niatnya sejak istirahat tadi.
“V-veg..” Kata Rachel kaku. Si pemilik nama mendongak kaget.
Citra merubah arah hadapnya menghadap Vega yang tetap menghadap papan tulis.
“Aku. Aku mau minta maaf soal waktu itu. Ee, waktu itu aku bener-bener lagi capek..” Katanya “Euh, emang sih yang aku omongin itu nggak bohong. Sebenernya aku bener-bener nggak suka diatur-atur. Itu hak aku buat suka sama siapa dan berteman dengan siapa..” Penjelasan yang tidak berbeda dengan dua minggu yang lalu, tetapi dalam suasana dan intonasi yang jauh berbeda.
“Yaa, awalnya aku emang marah banget. Tapi beneran deh, sekolah nggak denger suara kamu itu...” Kata Citra menggantung “Ah, aku kangen sama kamu, Veg” Tidak bisa ditahan lagi. Tidak perlu berkata banyak lagi. Citra langsung memeluk Vega yang sedang mematung ini.
“Jangan begini. Jangan buat aku menjadi temanmu lagi. Bukankah aku akan menyusahkan hidupmu?” Batin Vega, walau cairan bening sudah mengalir di pipinya.
“Beneran Veg. Aku minta maaf.. kamu masih mau jadi sahabatku kan?” Ucap Citra, masih memeluk.
“Bukan. Harusnya aku yang meminta maaf..” Batin Vega lagi.
“Veg?!” Tanya Citra yang melepas pelukannya. Ternyata pipinya juga sudah menghasilkan sungai kecil.
“Jangan.. kamu jangan nangis” Kata Vega akhirnya, menghapus cairan di pipi Citra “Biar aku aja yang cengeng. Kamu jangan..”
“Bodoh..”
“Aku yang minta maaf, buat semua sifat aku. Buat segalanya yang ternyata menyusahkan kamu. Buat keegoisan aku. Aku tahu kok ternyata aku keterlaluan ya?” Kata Vega “Habisnya aku terlanjur bergantung sama kamu, aku takut kalau kamu berteman dengan yang lain kamu bakal ninggalin aku.. bodoh ya?”
“Ya. Bodoh sekali..” Kata Citra sambil tersenyum. Tangannya menyeka air mata Vega.
Rachel yang berdiri menyandar pintu yang menjeblak keluar sehingga membuatnya tidak terlihat dari dalam kelas itu tersenyum lega. Dua sahabat itu sudah berbaikan. Rencananya berhasil bukan? Lalu bagaimana dengan dirinya?
“Tidak apa-apa.. yang penting kedua temanku sudah tidak perang dingin lagi” Kata Rachel dalam hati. Sekarang ia bisa pulang dengan perasaan lega—
“Chel!” Citra menarik tangan Rachel, ada Vega disampingnya. “kamu, masih disini. Thanks..”
“Anytime”
Rachel segera beranjak pergi lagi saat satu kalimat barusan itu membuatnya spontan menoleh ke belakang lagi.
“Maafin aku ya, Chel..” Kata Vega tulus.
Eh?
“Haha, buat apa? Kamu nggak ada salah apa-apa sama aku..”
“Terserah deh ya. Tapi aku beneran minta maaf” Katanya “dan untuk membayar semuanya. Kamu mau kan jadi temenku?” tangan Vega terulur ke arah Rachel yang tidak percaya.
“Tentu saja..” Kata Rachel masih tidak percaya, walau senyumnya melebar sekarang. Citra yang senang luar biasa melihat sahabatnya akhirnya berteman ini langsung memeluk keduanya, membentuk lingkaran kecil. Tawa mereka bertiga menghibur koridor sekolah.
“Jadi bagaimana dengan persahabatan kita?” Tanya Citra.
“Kita susun lagi dari awal cerita persahabatan kita!”

=The End=
Eh? Haloo, loha.. heloo.. spada, spidi, semart, wifi.. (?) bangun mbaakk maass.. ceritanya udah selesai.. jangan tidor ajaa.. XD
Hehe. Maaf ya.. lagi-lagi aku bikin cerita geje. Kali ini.... LEBAY ABIS!!! XD nggak tau juga kenapa aku bisa bikin cerita kaya’ gini.. emang lebay ya? Aku sih ngerasa gitu –o- maklum, sekarang tontonan saya sinetron.. kan Kemilau Cinta Kamiyem udah tayang yang sesen 4 :3 *kesurupan*.
Well, lupakan si Kamiyem, dan kembali ke cerita alay ini. Mau curhat.. curhat apaan ya? *DIENG* Eee, yah soal ide cerita terpikirkan begitu saja, haha. Dan soal nama tokoh.. naaahh ini yang susah banget!! Saya nggak jago ngasih namaa.. mikirin nama itu bikin saya mandeg ngelanjutin nih cerita, padahal baru ditulis beberapa kalimat.. *Eyaaakk* haha, jadilah tuh bertiga nama. Spontan abis.
Dibikin di sela-sela UTS melanda.. haha (anak nakal) daripada ilang moodnya -_-.
Sudahlah begitu saja, ini mbak saya udah ngamuk-ngamuk nyuruh saya belajar waktu saya lagi ngetik XD. #curcolnumpanglewaat:P
Terima kasih yang sudah MAU membaca. Terlebih yang BERSEDIA berkomentar dan berkritik atau memberi saran! Semuanya akan saya tampung dengan hati gembiraaa :D
Mohon maaf kalau tidak menghibur atau malah membuang-buang waktu Anda.
Sayonaraaaa... =]
-GentaRP-

2 komentar:

  1. em, ini sebenernya gw nunggu klimaksnya dimana. eh ternyata udahan. kurang dapet sih cah menurut gw. ga tau ya, kurang dalem aja ngegali ceritanya. menurut gw loh ya... konfliknya kurang berasa, jadi pas penyelesaian masalah ga dapet feel-nya gw, hohoho maaf ya.. kritik loh ini, semoga membangun :D

    kalo berniat ngirim cerpen ke majalah, gw kritik dikit teknis penulisannya ya.. ada satu yg mengganggu gw. itu bedanya
    ................................................
    sama
    ***
    apa ya? kalo buat ganti scene mungkin satu kode aja cukup. misal seragamin semua jadi *** aja, itu yg standar di majalah bukan? hehehe

    sekian dari saya, maaf gw sotoy tapi ya semoga bermanfaat ya masukkannya.

    satu lagi, coba deh beneran kirim cerpen ke majalah. ga ada ruginya loh cah^^

    BalasHapus
  2. uhuhuuuu.. cocwit.. (?). thankyou kaaakkk.. ane juga gak tau dah kenapa -_-a . oke insya allah diperbaiki buat yang selanjutnya! :D

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...