Jumat, 17 Agustus 2012

Light [cerpen]

Suara hak sepatu setinggi 7cm--baiklah ini hanya dugaanku--yang beradu dengan lantai membuatku spontan menoleh ke arah sumber suara. Ke arah tangga yang menghubungkan antara lantai bawah dengan lantai atas. Setelah mendapati bahwa sepasang couple baru saja datang, mataku kembali ke arah buku menu lalu mengangguk kecil sambil mengucapkan pesanan.

“Baik, satu Ice Lemon Tea, ditunggu ya, kak..”

Aku tersenyum saja kepada waitress itu. Beralih melihat handphone yang rasanya sepi sekali. Tidak ada pesan atau notifikasi apa-apa. Jadi aku meletakkannya lagi keatas meja.

Hampir semua pengunjung tempat makan ini adalah pasangan muda-mudi yang sepertinya sedang kencan. Lainnya adalah keluarga kecil yang sedang makan malam dan beberapa kelompok anak nongkrong gaul yang memilih tempat outdoor yang disediakan rumah makan ini. Jadi, cuma aku yang sendirian di tempat ini. Haha. Aku kembali menatap handphoneku yang sepertinya tidak ada perubahan. Bodoh sekali 'kan.

Sambil menunggu minumanku datang, aku sesungguhnya lebih tertarik melihat ke arah samping kiri. Jika aku menunduk kearah bawah, aku dapat melihat daerah outdoor tempat ini. Lalu teringat teman-teman SMA-ku dulu. Dulu--atau bahkan sekarang, kadang-kadang--aku juga seperti mereka, menghabiskan sore bersama teman-teman yang lain. Tapi jika kau melihatnya tepat dalam sudut 90 derajat. Kau akan melihat indahnya pemandangan, jalanan kota yang padat dan ramai dihiasi berbagai lampu dari gedung-gedung atau mobil-mobil di sekitarnya. Walau diatas tidak ada bintang. Tapi aku cukup senang hanya dengan kehadiran lampu-lampu kota ini.

Suasana malam dan indahnya lampu-lampu kota selalu mengingatkanku dengan kamu. Entah kenapa saat-saat bersama kamu selalu di dominasi dengan malam dan lampu kota.



Ingat ketika pertama kali kita bertemu? Pensi sekolah tetangga. Dan aku ditinggal oleh temanku sendiri karena dia jadi lupa teman ketika bertemu temannya yang lain. Lalu aku memilih duduk di luar, daerah yang tidak terlalu ramai, di sebelah kamu. Iya, di sebelah kamu yang sibuk main game. Tidak seperti lainnya yang sedang heboh dan berisik di dalam karena guest star utama sedang beraksi. Sama seperti aku sih--tidak tertarik bereuforia, bete karena ditinggal teman benar-benar melenyapkan semangat beranak-muda-ria-ku

Awalnya aku cuma diam, mengutak-atik handphoneku sendiri yang sebenarnya tidak ada apa-apanya. garing. Sampai akhirnya aku tertarik melihatimu yang sibuk bermain. Bukan melihati sih, lebih ke melirik. Yang penting aku berusaha untuk tidak mengganggumu. Tapi setelah kau memenangkan (lagi) satu misi dalam game-mu, tanpa diduga kamu menoleh ke arahku. Menubruk pandangan mata saya telak. Lensa kacamatamu dan kacamataku saling memantulkan cahaya luar. Menampakkan wujud sosok di samping saya ini dengan makin jelas.

Ketika itu kamu hanya diam, datar lalu berkata, "Mau main?", sambil menyodorkan PSP itu kearahku. Aku mendadak kikuk lalu hanya menggeleng sambil meringis konyol. Yang tidak diduga adalah kamu tersenyum simpul kearahku dan kembali bermain. Menggaruk pelipis, aku kembali menghadap depan. Baru sadar, dekorasi yang menghiasi halaman depan dan gerbang sekolah ini penuh dengan lampu-lampu kecil. Jalan raya yang tepat di depan gerbang sekolah ini juga menyajikan berbagai lampu jalanan-mobil-sepeda motor yang berlalu lalang.  Entah kenapa ketika itu aku menghela nafas dan tersenyum begitu saja.

"Ice Lemon Tea ya, Kak.. silahkan. Mau pesan yang lain?"

Suara sang waitress memutus nostalgiaku. Aku menggeleng, tanda tidak memesan yang lainnya. Lalu tersenyum ketika ia permisi untuk pergi. Aku mengaduk-aduk lemon teaku lalu meminumnya sedikit.

Malam dan lampu kota ya?

Saat kita berkenalan pun, ditemani malam dan lampu kota kan? Pulang sekolah itu, aku mampir di salah satu tempat makan fastfood dan menemukan kamu diujung sana dengan laptopmu. Awalnya aku hanya berniat sekedar tahu saja, tapi ketika aku hendak duduk di meja yang kutuju, kamu menoleh ke arahku, menampakkan wajah kaget. Ah ya, kita satu sekolah dan sepertinya baik aku maupun kamu sama-sama baru tahu. Akhirnya aku malah duduk di meja yang sama dengan kamu, lalu berkenalan. Entah rasanya terjadi begitu saja. Dan tentu saja karena tempat ini dipinggir jalan jadi dari jendela kaca besar ini aku bisa merasakan pantulan sinar lampu jalanan. Lagi-lagi kan.

Kamu dan lampu-lampu kota. 

Ya, bagiku kamu seperti lampu kota. Yang menyala terang di tengah gelap. Bisakah kau bayangkan kota ini tanpa ada lampu satupun? Mungkin hanya akan ada lentera-lentera seperti jaman dulu. Dan tidak akan seterang lampu seperti sekarang kan?

Aku sekarang sadar. Entah kenapa kamu selalu ada disaat aku terpuruk. Saat aku jatuh. Saat aku sedang berada di paling bawah lapisan bumi. Kehadiran kamu mungkin tidak sengaja atau sengaja aku juga tidak begitu mengerti. Tapi aku mengakui dengan kehadiran kamu, aku selalu merasa lebih baik. Disaat semuanya gelap, kamu datang bagaikan sinar. Menenangkanku, menunjukkan jalan bagiku dengan sinarmu yang seolah  berkata semuanya akan kembali membaik.

Sebenarnya kamu sama sekali bukanlah orang yang agresif, juga ekspresif. Kamu lebih banyak diam, dan minim kata. Tapi justru ketika kamu berkata, sesuatu yang jarang itu terasa special dan bagai magis menenangkan saya.  Kamu adalah teman terbaik saya. Dan berhasil menjadi orang yang membuat saya bisa bercerita tentang segalanya kepada kamu.

"Hahaha.." 

Entah kenapa aku ingin tertawa. Lalu menunduk. Dan melirik lemon tea yang sudah tinggal setengah.

Setengah. Separuh.

Ah ya, kamu lagi-lagi bagaikan lampu yang bersinar ketika segalanya gelap bagiku. Kamu datang menghampiriku, ketika aku merasa dunia ini sudah hancur, lebur tak berarti. Kamu datang menjemputku ketika aku patah hati luar biasa. Ketika aku dicampakkan oleh orang yang aku suka setengah mati. Kamu datang dan melihat wajah konyolku yang sedang menangis seperti orang bodoh. Kamu sama sekali tidak menanyaiku Ada apa atau Kenapa. Kamu sama sekali tidak berkata Sudah jangan menangis lagi atau berbagai kata lainnya. Kamu hanya melepas jaketmu lalu memakaikannya padaku yang memang sedang memakai dress berlengan pendek lalu menepuk kepalaku pelan tanpa aba-aba. Membuatku terkejut dan menghentikan isakanku. Ketika aku mendongak, kamu tersenyum menenangkan, membuatku merasakan itu lagi. Sinar itu lagi-lagi datang. Menerangiku, dan memberitahukanku jalan menuju pulang. 

Sudah dua tahun ya?

Iya, kejadian itu sudah dua tahun berlalu tapi masih terasa nyata dalam ingatan.

Kamu tahu kan ketika itu aku langsung berhenti menangis dan mengikuti kamu. Duduk di sepeda motor kamu dan percaya kemanapun kamu membawaku pergi. Dan kamu membawaku ke sebuah taman kota. Disana indah. Hiasan serupa tuts piano bertingkat bergelombang yang jika siang hanya tampak putih itu kini nampak berwarna-warni indah. Suara keramaian jalan raya serta lampu-lampu kota juga seolah mengompres segala pemberat di mata yang tadi menguras air mataku. Aku seperti anak kecil yang terpukau melihat bahwa benda berupa seperti permen itu bisa meledak ketika kita menyalakan api diujungnya--kembang api. 

Kamu hanya tertawa dari bangku taman sana melihatku tak berhenti melompat-lompat. Usaha membuang segala kesedihan dengan rasa kebahagiaan baru yang membuncah. Sampai puas dan lega. 

Aku menghampirimu, Terima kasih kataku waktu itu you are the best friend i ever know. 

Dan kamu menjawab sama-sama. Ketika itu entah kenapa aku terdiam melihat matamu. Pantulan lampu kota yang menubruk lensa kacamatamu terasa tidak menghalangi, dan jantungku berdetak satu-satu agak lebih keras dari yang pernah aku rasa. 

Yang tidak diduga adalah segala kalimat yang terucap setelahnya. Kamu mengunci pandangan mataku dengan tatapan menenangkan khas kamu . Lalu mengejutkanku dengan pengakuan-pengakuan jujur dan tulus yang tidak pernah kamu ucapkan. Kemudian meledakkan jantungku dengan satu kalimat aku menyayangi kamu lebih dari sekedar teman kepada sahabatnya, lebih dari kakak kepada adiknya. Dan satu kalimat terakhir yang menerangkan segalanya. Ya, aku merasakan lampu itu semakin menyala terang dalam hati saya, menunjukkan rumah yang selama ini saya cari. Menunjukkan saya siapa orang yang benar, yang selama ini saya butuhkan. Dan orang itu kamu.

"Haha, bodoh.. menyatakan cinta ketika perempuan sedang patah hati?" Aku menenggak habis lemon teaku.

Toh aku menerimanya juga 'kan? Walaupun awalnya aku menghindar dan pergi begitu saja dengan egoisnya. Mengabaikan begitu saja segala pengakuan tulus yang langka dari kamu. 

Aku sadar. Pada akhirnya aku memang tidak bisa hidup tanpa kamu. Seperti yang sudah aku bilang berulang kali, kamu lah yang menyinari hatiku. Kamu yang dengan sabar, pelan-pelan satu demi satu mengobati luka di hatiku. Dengan bijaknya menanggapi segala keluhanku yang masih saja membahas penoreh luka itu. Menghiburku. Menyayangiku dengan caramu sendiri. Yang justru akhirnya karena semua sikap kamulah aku mengerti apa arti menyayangi yang sebenar-benarnya hingga menumbuhkan hal yang serupa di dalam hatiku, untuk kamu.

Sudah dua tahun ya sejak kejadian itu.
Ah, Tuhan.. lampu-lampu kota benar-benar indah, mereka sangat sukses menerangi Surabaya hari ini. Tapi kemanakah, penerang hati saya? Helaan nafasku lagi-lagi terhembus pelan. Sial.

"Anoo, gomen-ne.. Aya-chan Jalan A. Yani macet nggak ada obat dan..."

Jantungku berdesir, Aku mengenal suara itu. Sangat kenal. Aku tanpa perlu berpikir lagi menoleh kearah sumber suara. 

Kamu datang. Kamu akhirnya datang.

Sepatu converse kebanggaan. Celana jeans yang sepertinya baru. Kemeja biru tua yang paling aku suka dari semua pakaianmu dan... tunggu, apa itu?

"Shin-kun.. kemana perginya kacamatamu?" dahiku berkerut samar, sambil tersenyum geli sebenarnya. Kamu segera duduk di depanku lalu mulai menggaruk hidungmu yang aku yakin sekali tidak gatal. Ahaha, benar-benar tidak biasa. Sepertinya kau baru saja mencuri minyak rambut kakakmu dan mengusapkannya keatas rambutmu dengan model acak-acakan. Lalu...

"Aku pikir, aku butuh merubah penampilan agar kamu nggak bosen, jadi ya...."

Jujur aku senang. Setidaknya kamu berusaha memberikan perubahan yang tujuannya membuatku terkesan. Walaupun aku sama sekali tidak pernah memintanya. Ini benar-benar kejutan, tidak pernah aku melihatmu seniat ini untuk berubah. Sayangnya...

"Oii, sejak kapan sih kamu bertindak konyol seperti ini hahaha..", Aku menggeleng-gelengkan kepala, tertawa. Aku kembali menatapnya serius, "Diam dan jangan bergerak, atau matamu akan bernasib malang.." kataku, lalu mencondongkan badan ke depan, memegangi pipimu. Kamu membatu lalu mempertahankan matamu agar tidak mengedip, aku melepas kontak lensa yang menempel diatas bola matamu satu persatu, kemudian tersenyum memandangi matamu yang hitam dan cenderung sipit. Terdiam. 

"Aku tidak bisa melihat apa-apa Aya-chan" Katamu datar namun terpuruk. Lucu sekali, aku yang sedari tadi mencondongkan tubuh, tertawa kecil lalu berdiri membungkuk ke arahmu, melepas kacamataku dan memakaikannya padamu sambil mengatakannya, "Happy 2nd Anniversary, Shin-kun, aku lebih suka kamu yang begini saja. Apa adanya"

Kamu menggeleng-geleng kecil sambil tersenyum lebar, lalu mengusap kepalaku pelan, "Happy 2nd Anniversary, Zettai ni shiawase ni suru kara*"


*Aku berjanji akan membahagiakanmu

-end


ngaaaakakakaka XD 
Sudah berapa abad saya nggak nulis cerita ya? XDXD mendadak pengen aja gara-gara dapet inspirasi dari pemandangan kota pas malem yang saya liat pas buka bersama keluarga di sebuah tempat makan tadi XD Keindahan dan kesepoi-sepoian udaranya menggelitik imajinasi lalu mendesak saya untuk menghasilkan cerita sok-romantis ini XD maap kalo gaje, bikinnya jujur cuma 2 leih setengah jam langsung ketik, parah banget kan? XD

Ya sudahlah, setidaknya ide ceritanya nggak nggrundel apalagi lenyap diatas udara XD Yang kebetulan baca, nggak ngelarang buat komen sih, apalagi kritik XD
Sudah-sudaah palingan juga ga ada yang baca XD.

Sayonaraaa~

nb: btw seperti biasa, gadapet ide buat judul, jadi ya mangap kalo aneh judulnya --a
nb: mangap juga kalo garing dan garomantis blas XP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...