Sabtu, 27 November 2010

Go away! Cat Syndrom! [cerpen]

“Aaaaaaa!!!”


Aku segera berlari kencang. Menjauh dari hewan menggelikan itu. Menjauh dari tawa keras seorang cowok, yang sudah berbulan-bulan ini mewarnai hidupku. Tapi jujur, kali ini tawanya seperti seorang Buto Ijo kegirangan yang abis dapet lotre. Rio. Menyebalkan.


Aku memasuki kelas. Duduk dibangkuku dengan kesal.


“Via kenapa? Kok kusut gitu mukanya?” Tanya Ify. Ya.. dia teman sebangkuku, teman yang juga berbulan-bulan ini mewarnai hidupku, seperti Rio. Tapi belum sempat aku menjawab, suara Rio yang kali ini terdengar menyebalkan itu terdengar lagi.


“Ciee.. Sivia ngambek.. hahaha..” Lihat saja, sekarang dia tertawa kegirangan, disambut tawa Ify, yang sekarang ikut-ikutan. Grrr....


“Ify.. kok malah ikut ngetawain, sih.. awas lu!” aku menopang dagu. Berusaha tidak mempedulikan mereka-teman sekelasku- yang sekarang juga mulai tertawa.


“Haha, iya.. iya.. maaf, lagian kamu tuh, aneh! Via.. mata kamu tuh kaya’ kucing.. tapi malah takut ama kucing.. kucing itu saudaramu, kan?”


Whateverlah, aku gak peduli Ify ngomong apa. Yang pasti aku emang nggak suka liat kucing. Liat bulunya aja, udah bikin bulu kudukku berdiri, dan apa tadi Ify bilang? Mataku mirip kucing? Gila! Gak mungkin mataku se-mengeri-kan itu!


KRIIIIINNGGG....


“Sorry, ya, Vi.. becanda..” Kata Rio sambil jalan melewatiku menuju bangkunya.


“Apa lo!” Dan dia pun tertawa puas untuk yang kesekian kalinya.


***


‘Drrrsshh... srrshh...’
Bagus. Hujan deras sedang berlangsung sekarang. Otomatis aku gak bisa pulang kerumah. Padahal, Ify tadi udah nawarin aku payung, karena dia dengan beruntung dijemput Mamanya. Tapi, kenapa aku tolak ya, tadi? Haa,, Sivia bodoohh!


Sekelilingku ramai dengan anak yang sibuk melepas sepatunya, memakai jas hujan masing-masing, dan lain sebagainya. Sial. Bahkan aku tidak membawa jas hujan ataupun kantong plastik seperti yang lain. Tinggal satu harapan. Menunggu hujan ini reda.


Aku memandang ke arah gerbang sekolah. Ada beberapa siswa yang pulang dengan sepeda motor, ada yang berlarian membiarkan air hujan membasahi seragamnya. Dan ada ‘deg’ dia.


Apa yang kau pikirkan jika kau melihat seorang cowok dengan seragam putih abu-abunya, dilengkapi jaket biru tua dengan rambut acak-acakan plus bonus cipratan air hujan diwajahnya sedang mendekap seekor anak kucing dibawah kantor pos satpam sana? Membuatnya terlihat seperti...


“Bapaknya kucing”


“Hoe?” Aku noleh kekanan. Ke arah sumber suara tadi. Rio. Haa.. dia memang pengganggu. =.=


“Ciee.. Sivia naksir Bapak Kucing nihyee...”


“Hah? Bapak Kucing?” Apa pula, Rio ini? Bapak Kucing?


“Iya.. Bapak Kucing, kamu gak tau? Iel kan dijuluki Bapak Kucing.. dia kan punya kucing banyak banget..” Kata Rio sambil menatap kosong gerbang sekolah yang mulai dihujani rintik gerimis, dengan tangan disaku celananya. Kenapa dia bisa tau kalo’ aku suka Iel?


Aku kembali melihat ke arah Iel. Tampan. Sosoknya terlihat manis dengan kucing digendongannya. Tunggu, kucing? Kenapa aku tidak merinding melihat kucing?.


“Haa.. akhirnya hujannya reda.. mau pulang bareng gak, Vi?”


“Oh, em.. nggak Yo.. ntar aja, kalo’ benar-benar reda”


“Okelah, duluan, Vi..” Katanya lalu berjalan menuju gerbang. “Hei, Sivia.. He’s the great choice to be your doctor ‘cat syndrom’ I’m sure..” Tiba-tiba saja dia berbalik kearahku, dan kembali melangkah keluar dengan senyuman khas dibibirnya.


Apadeh, Rio..
***


“Fy, hari ini lu gak dijemput Mama lu, kan? Jalan bareng ya..”


“Bole-bole..” Yes, seperti biasa.. aku selalu pulang jalan kaki bareng Ify. Sama Rio juga sih.. tapi gak tau kemana tuh Buto Ijo satu -_-


“Ehm, Fy.. tau nggak, kemaren aku ketemu—“ tunggu, tiba-tiba tengkukku merinding.
“Sama siapa, Vi? Kamu kenapa?” Ify terlihat bingung ama reaksi aku yang tiba-tiba megang tengkuk. Ada sesuatu dibelakangku. Dengan ragu aku berbalik kebelakang daan..


“Waaaaaa!!! Shuu.. shuu!! Rio begoo’!!” Aku langsung lari jauh-jauh meninggalkan Ify dan Rio. Well, terang saja perasaanku gak enak. Si-Rio kupret itu lagi megang kucing tepat dibelakangku. -_-


Kulirik kebelakang dengan kesal, kulihat Rio lagi cengengesan, sedangkan Ify lagi ngomel ke Rio, walaupun bibirnya menahan senyum. Haa.. kenapa mereka seneng banget bikin aku kesel! >,<


Tanpa sadar aku memasuki gang sepi. Dan gang ini.. gang buntu!. Dan.. bulu kudukku berdiri. Aku melihat kebawah daan. Ku-ku-kucing! Ada banyak kucing. Dengan keringat dingin mulai mengalir, aku mundur perlahan dan..


“Waaa!!” Aku berlari X(. Ini mimpi buruk!.


‘BRUK’


Well, aku menabrak sesuatu. Atau seseorang?, karena saat aku jatuh, aku langsung menangkap sepasang sepatu. Aku menelusurinya, sampai aku mendapati wajah si-empunya sepatu tadi. And you know who? Dia.


“Kamu?” Tanyanya dengan pandangan heran ke arahku.


“Ha! I-yel?”


“Lho, kamu tau namaku?”


Matilu. Sivia begoo’!, tapi.. hei! Daripada Iel nanya gitu, kenapa dia tidak mengulurkan tangannya untuk aku berdiri? Sudahlah.. aku sadar diri kok. Aku segera berdiri.


“Hehe, itu.. kan ada diseragam mu..” Well, kau pintar Sivia.


“Oh, iya ya..” Dia meraba bet di dada kanannya “Oh, iya.. kamu ngapain disini?”


“Ha? K-kamu sendiri ngapain kesini?” Aku tanya balik.


“Oh, ini.. aku ngurus kucing-kucing disini, aku mau ngasih susu ke mereka” jelasnya. Lalu ia berjalan ke arah kucing-kucing itu, dan menuangkan susu itu ke suatu wadah.


Tanpa sadar aku memperhatikan setiap gerak-geriknya, cara dia mengelus salah satu kucing itu. Cara dia tertawa kecil melihat kucing-kucing itu menjilat susu dengan antusias. Tampan.


“Hei, kamu tadi belum jawab pertanyaanku, kan?” Iel tiba-tiba noleh ke aku. Matilu, Vi.


“Ha? Oh, anu.. tadi aku salah masuk gang, hehe.. aku pergi dulu, ya..” aku segera berbalik sebelum “Bye..” pamitku dengan ragu. Iel membalas dengan lambaian tangan.


Hangat. Pipiku terasa hangat. Tunggu, kenapa aku tidak merasa takut ataupun geli melihat kucing, kalo’ ada Iel disekitarnya. Apa ini? Kenapa jantungku tiba-tiba skipping waktu liat Iel senyum?


Aku sampai diujung gang dan mendapati..


“Ify? Rio?”


“Haaa!!” Keduanya kaget “Hahahaha..” keduanya tertawa tanpa sebab.


“Kalian ngintip, ya?” selidikku.


“Aa, enggak..” Elak Rio.


“Ciee.. Sivia.. jadi Sivia naksir ama  Bapak Kucing.. Emmm..” Ify.. -,-


“Stop it, Ify!” >//<  “Rio! Don’t laughing like that! Eergghh..” >//< “Ah, udah ah.. gue pulang sendiri..”


“Ciee.. Sivia ngambek..” Teriak Rio. Ify dan Rio menyusulku dengan berlari disertai tawa menyebalkan khas mereka. Dasar merekaa!!.
***




“Ooh, ternyata Iel setiap hari kesini.. jadi dia selalu ngurusin tuh kucing-kucing? Peduli banget.. kereenn! Pantes aja dia dijuluki Bapak Kucing”


Well, lagi-lagi aku nggak merinding. Padahal aku sekarang lagi ngintip Iel dari ujung gang. Dia lagi main-main sama  kucing-kucing. Gak tau kenapa, tapi ngeliat Iel kaya’ gitu.. dia jadi keliatan.. menarik.


“Sivia?!”


“Eh-iya Sivia!” Nahlo, latah saya. Aduuh, si Ify ama Rio nih udah ketawa penuh arti. Ketahuan, deh gue.


“Kok Cuma ngintip aja sih, Vi.. samperin dong..” Suruh Ify. Apaan sih.


“Udah, lagian kalo’ mau jadi pacarnya Bapak Kucing, harus jago ngurus kucing, udah sono..” Kata Rio.


Emang iya? Harus bisa ngurus kucing? Orang gue liat kucing aja merinding. Kecuali..


“Udah sono..” Ify ndorong aku masuk gang.


“Eh.. Ify!!” Spontan aku teriak. Iel noleh. Matilu.


“Kamu? Yang kemaren, kan?” Tanya Iel.


“Ha? I-iya..” Aku noleh ke belakang. Yak, bagus. Ify ama Rio udah kabur. -_-


“Hoo, ngapain kesini? Kamu suka kucing juga, ya?”


What? Enggak, aku nggak suka kucing >,<, tapi.. “Nggak terlalu, sih..” Iel ngangguk. “T-tapi.. aku boleh ikutan duduk sini nggak?”


“Boleh.. sini..” Dia nepuk tikar yang daritadi dia gelar. Dengan kikuk, aku duduk disamping Iel.


Iel, keliatan seneng banget. Dia lagi main ama kucing. Kok rada’ aneh, ya? Cowok suka ama kucing. Emmm..


“E, Yel.. kenapa sih, kamu suka banget ama kucing?”


“Ha?” Pandangannya rada’ bingung, tapi matanya seketika berbinar. Dia menceritakan semuanya padaku dengan antusias. Lihat! Wajahnya waktu bercerita. Tampan.


Iel bilang, awal dia suka kucing itu, waktu dia nggak sengaja denger suara batuk. Dikiranya yang batuk orang, tapi disana nggak ada orangnya, yang ada kucing. Dan katanya memang kucing itu yang batuk. Well, aku baru tau kucing bisa batuk?


Karena kasian, Iel sejak itu jadi hobi ngerawat kucing-kucing. Dia jadi suka dan peduli banget sama semua kucing.


“—hehe.. jadi gitu..” Dia mengakhiri ceritanya. Aku terpana. “Kenapa? Aku kaya’ banci, ya.. suka ama kucing?”


“Ha? Enggak.. enggak, kok.. keren tau! Kan jarang orang kaya’ kamu. Menurutku, kamu itu hebat! ^o^d”


“Hoo, thanks. Dan.. kaya’nya Conan suka ama kamu deh?”


“Ha? Conan?”


“Iya, tuh!” Dia menunjuk ke arah pangkuanku. Dengan ragu aku melihat kebawah. Huaa!! Ada kucing coklat lagi seenaknya tidur dipangkuanku.


“I-iel.. please.. ambil kucing ini!!”
“Oh, hahaha...”
***


Beberapa hari berikutnya, aku sering ke gang buntu itu. Mendengarkan cerita dari Iel, tentang kucing-kucing yang pernah ia temui. Menikmati raut wajah Iel yang manis banget kalo’ lagi ngelus kucing.


Tapi.. walau gitu, tetep aja aku gak berani megang kucing.. =,=. Dan satu lagi, sepertinya ada yang benar-benar jatuh cinta ama aku. Liat aja, si-Conan, si kucing coklat suka banget jalan muterin aku. Huh.


“Haha.. kaya’nya bener deh, Conan suka ama kamu, Vi..”


“Ha? Hehe..”


“Coba gendong deh.. pasti dia seneng..”


“Ha? Gendong? Nggak bisa..”


“Kenapa? Kamu takut?” Well, aku gak mungkin ngaku kalo’ aku takut kucing, dong.


“Bukaan, itu, ntar kalo’ dicakar gimana?”


“Nggak bakal.. dia jinak kok.. atau mau aku ajarin?”


“Ha?”


“Gini..” Dengan lembut dia mempraktekan cara gendong kucing. Dia angkat salah satu kucing berwarna putih. Aku cengo’.


Dengan tangan gemetar, aku mencoba menggendongnya, sedikit geli. Sampai dia benar-benar ada digendonganku pun tetap saja geli. Well, agak aneh rasanya. Tapi, waktu kugendong, si-Conan merem-merem gitu. Lu?cu!


“Hei, Sivia..” Panggil Iel.


“Ya?”
“Tau nggak, mata kamu tuh cantik lho.. kaya’ mata kucing..”


‘deg’


Tolong saya melayang. Tolong pipi saya panas. Aku Cuma bisa menunduk. Gabriel tertawa pelan.


***
Diteras rumahku.


Tebak, sejak saat itu aku mulai suka kucing. Bahkan aku beli kucing cowok, satu warnanya coklat dan aku kasih nama ‘Iel’. Aku lagi ngelus-ngelus Iel, dengan mata menerawang, ditemani pandangan cengo’ Ify dan Rio didepanku.


“Yo, itu beneran Sivia?” Tanya Ify, bingung.


“I?ya.. sepertinya dia udah nggak kena ‘Cat Syndrom’..”


“Dan, sepertinya dia jadi gila..”


“He’em.. apakah Bapak Kucing penyebabnya?”


“Hei!” Sela ku. “Kalian tau? Iel, bilang mataku cantik kaya’ kucing..” kataku masih dengan senyum dan mata menerawang.


“Rio! Gawaatt!! Dia bukan Siviaa!” Pekik Ify.


“Hahaha.. no, Ify.. she’s just fallin’ in love..”


Whatever lah, Ify ama Rio mau ngomong apa. Yang penting aku emang suka ama Bapak Kucing, dan berkat dia aku sembuh dari Phobia ama Kucing. X)


“Iya kan, Iel?” tanyaku ceria pada kucing ditanganku.


“Miaaww..”


“Sivia sudah gila...” Gumam Ify dan Rio bareng.
-End-


Hiyaa!! Ini cerpen apaan? Ini cerpen gak masuk akal! Hahaha... XD
Yeah, ini cerpen yang jadi dalam 2 hari.. padahal sebelum bikin ini, aku udah bikin cerpen yang dibuat dari tanggal 24 oktober, tapi sampe sekarang gak jadi-jadi, karena terlalu galau *curcol -,-V*.


Well, ini cerpen gak masuk akal dan GJ banget ya? *jedot-jedotin kepala ke lantai*, yah.. abisnya akhir-akhir ini imajinasi aku lagi gak jelas banget _o_ jadinya gini deh.
Sebenernya aku kurang tau perasaannya Sivia ya.. soalnya aku itu suka banget ama kucing -_- *perasaan gak ada yang nanya* jadi maap kalo’ kurang gimanaa gitu -_-


Dan soal kucing yang batuk itu, Beneran! ^o^V aku pernah ngeliat dengan mata kepala sendiri.. kasian banget!! L




Okelah, sekian ngocehnya.. saya tau ini cerpen satu banyak banget kekurangannya, jadi.. please.. sempatkanlah waktu kalian untuk mengisi kolom komentar dibawah!! Karena kritik kalian adalah penyemangat saya untuk bikin cerpen lagi. Oke? Harus oke!
Kritik dan saran akan saya tampung dengan hati gembira ^o^
Thanks, udah baca..


-Genta-



4 komentar:

  1. cah, love it! suka deh sama cerpen ini.. endingnya keren! gw suka banget yang kayak gini.

    “Sivia sudah gila...” Gumam Ify dan Rio bareng. --> closing yang bagus banget cah!

    makin jago aja nih si bocah bikin cerpen, great!! tingkatin terus ya cah. etapi, ada 2 hal yang agak ganggu gw di cerpen ini. pertama, tulisannya kecil bangeeettt!! mata gw sampe sipit2 bacanya. sh, sipit?? koko kali ah! :p well, yang kedua adalah penggunaan kata "well". menurut gw kebanyakan, hehe.. lain kali cari alternatif kata selain well ya cah. "Umm" atau "eh" juga bisa kok.

    Overall, gujooobh!!

    BalasHapus
  2. Haaa!! Domoo Arigatoo neechan!! XD

    Hehe.. Iya.. maap khilaf, sekarang udah di gedein to? tulisannya? udah gak jadi Koko lagi kan? jadi Dedev kan sekarang? belok :p

    Dan untuk urusan 'well' sepertinya kakak ketularan Sivia.. hahaha.. komennya pake 'Well' juga haha #abaikan
    Okelah, makasih sarannya :D

    BalasHapus
  3. Tataaaaa !!!

    Suka cerpenmu yg ini, simple !!

    jd,inget sahabatku 'Ani' dy jg sahabat-nya ka'Tira,, dy g'suka banget ma Kucing, ngeliat kucing ja langsung kabur,, jd,klu kt maen" di rmh Tira,,suka Q takut"in,, abis di rmh Tira ada Bona,kucingnya Tira,,, Hahahah,, *ko' curcol ?

    Lucu ini cerita,, ending-ending gmnaaa gitu ?
    jdnya sama iel gmna ?
    gantung ya ?
    Kasihan. hohohoho.

    tapi,taaaa,,,
    Sukaaaaa Banget !!

    buat lg yaa,,cerpen yg simple" gini !!!

    BalasHapus
  4. Haa.. Kak Emmy!! :D
    Doomo arigatoo!!
    haha.. berarti Kak Ani itu 'Sivia' banget y? hihi..
    Jadinya Sivia ama Iel? Ee.. gatau deh.. biar mereka menentukannya sendiri *ng'less..*

    Okelah, ntar ya.. kalo' ada ide lagi.. :D

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...